Jumat, 20 Januari 2012

Psikologi Lintas Budaya Part II

SUKU DAYAK KALIMANTAN TIMUR

Unsur-Unsur Budaya
Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, di gunung dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.

Pada tahun (1977-1978) benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian nusantara yang masih menyatu, memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam, ditambah kedatangan orang-orang Bugis, Makasar dan Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit.

Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1608). Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar.

Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak.

Bahasa Suku Dayak
Bahasa-bahasa daerah di Kalimantan Timur merupakan bahasa Austronesia dari rumpun Malayo-Polynesia, diantaranya adalah Bahasa Tidung, Bahasa Banjar, Bahasa Berau dan Bahasa Kutai. Bahasa lainnya adalah Bahasa Lundayeh.

Sistem Kepercayaan Suku Dayak
Animisme dan dinamisme merupakan kepercayaan nenek moyang bangsa Indonesia secara umum. Bagi orang Dayak alam semesta dan semua makhluk hidup mempunyai roh dan perasaan sama seperti manusia, kecuali soal akal.

Oleh sebab itu bagi Suku Dayak segenap alam semesta termasuk tumbuh-tumbuhan dan hewan harus diperlakukan sebaik-baiknya dengan penuh kasih sayang. Mereka percaya perbuatan semena-mena dan tidak terpuji akan dapat menimbulkan malapetaka. Itu sebabnya selain sikap hormat, mereka berusaha mengelola alam semesta dengan se-arif dan se-bijaksana mungkin.

Meskipun sepintas kepercayaan orang Dayak seperti polytheisme, tetapi mereka percaya bahwa alam semesta ini diciptakan dan dikendalikan oleh penguasa tunggal yaitu Letalla. Letalla mendelegasikan tugas-tugas tertentu sesuai dengan bidang-bidang tertentu, kepada para Seniang, Nayuq dan lain-lain. Seniang memberikan pembimbingan, sedangkan Nayuq akan mengeksekusi akibat pelanggaran terhadap adat dan norma.

Seiring berjalan waktu, kini beberapa orang yang berasal dari suku Dayak banyak yang sudah memeluk agama antara lain islam, kristen katolik, kristen protestan dan konghucu.

Seni Suara Suku Dayak
1. Nyanyian Kandan
Berasal dari suku Dayak Siang atau Murung. Boleh dilakukan oleh pria dan wanita secara bergantian dan saling bersahutan dalam suatu pesta atau pertemuan yang diadakan untuk menghormati seorang pejabat atau pimpinan pemerintah dan lagu-lagu pujian serta doa rakyat kepada pemimpinnya. Biasanya acara disertai jamuan makan.

2. Nyanyian Salengot
Biasanya dinyanyikan oleh pria dalam suatu pesta perkawinan tapi dilarang ditampilkan saat upacara kematian.

3. Nyanyian Dadeo dan Ngaloak
Ditemukan oleh suku Dayak Dusun Tengah dan dilakukan pada saat perkawinan ataupun pesta lain yang dihadiri oleh masyarakat dan pejabat kampong.

4. Nyanyian Setangis
Dilakukan oleh pria dan wanita pada suatu upacara kematian. Tema lagu menceritakan riwayat hidup orang yang meninggal

5. Nyanyian Riwut Andau
Berasal dari Kuala Kapuas (Kota Bataguh). Tema nyanyian memperingati rapat besat berdirinya kota Bataguh.

6. Manawur
Ada unsur religius dimana seorang pemuka agama menaburkan beras sambil membacakan mantra-mantra.

7. Mansana Kayau
Menceritakan sesuatu dalam bentuk nyanyian yang bersahutan.

8. Mansana Kayau Pulang
Nyanyian buaian sebelum tidur di malam hari. Dianyanyikan orang tua yang ditujukan kepada anak-anaknya dengan maksud mengobarkan semangat mereka untuk membalas dendam leluhur yang telah dibunuh oleh Tambun Baputi.

9. Ngendau
Nyanyian yang bersifat senda gurau diantara muda mudi dan dinyanyikan secara bersahutan.

10. Kelalai-lalai
Menari sambil bernyanyi dalam upacara menyambut tamu. Terdapat di daerah Kotawaringin pada suku Dayak Mama (darat)

11. Mohing Asang
Nyanyian perang yang merupakan komando dari panglima perang dengan membunyikan serentak 7 kali dan terdengar Mohing Asang, yang artinya siap maju bertempur.

12. Natum
Nyanyian mengenai sejarah masa lalu (tetek tatum).

13. Natum Pangpanggal
Ratap tangis kesedihan karena kematian anggota keluarga.

14. Dongdong
Nyanyian pada saat manugal padi (menanam padi).

15. Dodot
Nyanyian pada saat berkayuh di perahu atau rakit.

16. Marung
Nyanyian pada saat diadakan pesta besar.

17. Ngandan
Timangan orang tua kepada anak-anaknya.

18. Mansana Bandar
Menceritakan seorang pahlawan putri jaman dulu.

19. Karunya
Diadakan pada saat menyambut tamu yang sangat dihormati atau pada saat penobatan seorang pimpinan. Nyanyian ini diiringi oleh bunyi-bunyian dan dibawakan oleh 2-7 orang. Tema nyanyian memuji dan menyembah Tuhan Yang Maha Esa.

20. Balian
Dinyanyikan pada saat upacara tiwah atau upacara kematian.

21. Jaya
Dinyanyikan oleh dukun pada saat mengobati orang sakit.

22. Baratabe
Nyanyian yang tujuannya untuk menyambut kedatangan tamu.

Seni Berpantun Suku Dayak
1. Perentangin
2. Ngelengot
3. Ngakey
4. Ngeloak


Alat Musik Tradisional Suku Dayak

Alat Musik
1. Gendang: Ada beberapa jenis Gendang yang dikenal oleh suku Dayak Tunjung:
• Prahi
• Gimar
• Tuukng Tuat
• Pampong

2. Genikng: Sebuah gong besar yang juga digantungkan pada sebuah standar (tempat gantungan) seperti halnya gong di Jawa.

3. Gong: Sama seperti gong di Jawa, dengan diameter 50-60 cm

4. Glunikng: Sejenis alat musik pukul yang bilah-bilahnya terbuat dari kayu ulin. Mirip alat musik saron di Jawa.

5. Jatung Tutup: Gendang besar dengan ukuran panjang 3 m dan diameter 50 cm

6. Jatung Utang: Sejenis alat musik pukul dari kayu yang berbentuk gambang. Memiliki 12 kunci, tergantung dari atas sampai bawah dan dimainkan dengan kedua belah tangan.

7. Kadire: Alat musik tiup yang terbuat dari pelepah batang pisang dan memiliki 5 buah pipa bambu yang dibunyikan dengan mempermainkan udara pada rongga mulut untuk menghasilkan suara dengung.

8. Klentangan: Alat musik pukul yang terdiri dari enam buah gong kecil tersusun menurut nada-nada tertentu pada sebuah tempat dudukan berbentuk semacam kotak persegi panjang (rancak). Bentuk alat musik ini mirip denganbonang di Jawa. Gong-gong kecil terbuat dari logam sedangkan tempat dudukannya terbuat dari kayu.

7. Sampe: Sejenis gitar atau alat musik petik dengan dawai berjumlah 3 atau 4. Biasanya diberi hiasan atau ukiran khas suku Dayak.

8. Suliikng: Alat musik tiup yang terbuat dari bambu. Ada beberapa jenis suliikng:
• Bangsi / Serunai
• Suliikng Dewa
• Kelaii
• Tompong

9. Taraai: Sebuah gong kecil yang digantungkan pada sebuah standar (tempat gantungan). Alat pemukul terbuat dari kayu yang agak lunak.

10. Uding (Uring): Sebuah kecapi yang terbuat dari bambu atau batang kelapa. Alat musik ini dikenal juga sebagai Genggong (Bali) atau Karinding (Jawa Barat).

Upacara Adat
Upacara adat adalah segala bentuk ritual ataupun tradisi yang dilakukan oleh masyarakat sebagai ungkapan pengakuan akan eksistensi suatu kekuasaan atau kekuatan lain yang melebihi kemampuan manusia. Pada masa sekarang ini, penyelenggaraan upacara adat yang murni sudah semakin sulit ditemukan. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat semakin meningkatnya kesadaran beragama di kalangan masyarakat Kalimantan Timur, bahkan di wilayah pedalaman. Namun upacara adat tetap dapat dijumpai sebagai salah satu daya tarik wisata. Penyelenggaraan upacara adat sangat erat kaitannya dengan kesenian tari. Berikut ini diuraikan jenis upacara adat dan jenis tari yang menyertainya.

1. Upacara Pengobatan
Menyajikan tari Belian. Merupakan upacara yang diselenggarakan untuk menyembuhkan orang sakit, baik itu sakit secara jasmani maupun rohani. Namun metode pengobatannya tetap sama, yaitu dengan menggunakan sesajen-sesajen yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang melalui pembacaan mantra-mantra tertentu oleh seorang dukun.
Harapan yang ingin dicapai adalah agar roh nenek moyang memberikan kesembuhan kepada orang yang sakit. Namun bukan berarti setiap penyakit dapat disebuhkan, karena masyarakat juga meyakini bahwa kematian adalah takdir yang harus mereka hadapi. Keputusan antara peluang hidup dan matinya seseorang tersebut akan disampaikan oleh sang dukun setelah tarian belian selesai dilakukan.

2. Upacara Tolak Bala
Menyajikan tari Belian. Merupakan upacara yang diselenggarakan untuk mempelas kampung. Upacara ini diadakan ketika pembentukan/pendirian koloni baru di suatu tempat dan ketika sedang terjadi bencana yang melanda kampung tersebut. Upacara ini dipimpin oleh seorang dukun dengan mempersembahkan sesajen dan membaca mantra sambil menari, sebagai bentuk komunikasi dengan roh nenek moyang.Harapan yang ingin dicapai adalah agar roh nenek moyang menghindarkan/menghilangkan bencana dan memberikan keselamatan bagi kampung.

3. Upacara Pernikahan
Menyajikan tari Datun, tari Jepen dan tari Jepen Tungku. Merupakan upacara peresmian hubungan sepasang muda-mudi menjadi ikatan suami-istri untuk membentuk rumah tangga. Upacara ini disertai seserahan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang diwakilkan oleh wali masing-masing, dengan beberapa tahapan tertentu. Jenis seserahan dan cara penyerahan sangat beragam bergantung dari strata keluarga dalam masyarakat. Upacara ini ditutup dengan penyelenggaraan pesta yang dihibur dengan beberapa jenis tarian daerah.Harapan yang ingin dicapai adalah sebagai bentuk sosialisasi agar semua masyarakat mengetahui berita baik tersebut, serta mendoakan agar setiap rumah tangga mendapat berkah bagi kelangsungan hidupnya secara khusus dan menjadi berkah bagi masyarakat di kampung tersebut secara umum.

4. Upacara Membuang Bangkai
Merupakan upacara pemindahan tulang-tulang arwah yang telah meninggal dari kuburan keluarga ke suatu kuburan lain yang dikhususkan dan dianggap sebagai tempat keabadian. Upacara ini dilaksanakan 2-3 kali dalam setahun, tergantung dari perintah kepala suku. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengenang jasa para arwah semasa hidupnya serta mempersembahkan
tempat peristirahatan terakhir yang istimewa.

5. Upacara Sebelum Menanam
Menyajikan tari Hudog. Merupakan upacara yang diselenggarakan sebelum memulai musim bertani/berkebun. Upacara ini disertai pula dengan persembahan sesajen kepada roh nenek moyang. Upacara ini dilakukan 1 kali dalam setahun. Tujuan dari upacara ini adalah agar roh nenek moyang memberkati sawah/kebun yang akan diolah serta menjauhkannya dari roh-roh jahat perusak tanaman.

6. Upacara Setelah Panen
Menyajikan tari Enggang Terbang, tari Hudog dan tari Jiak. Merupakan upacara yang diselenggarakan pada saat panen, mulai dari sebelum memetik hasil panen hingga perayaan setelah memetik hasil panen dilakukan, sebagai wujud rasa syukur atas rejeki yang telah diperoleh. Upacara ini juga menjadi simbol bahwa hasil panen yang telah dipetik, layak/boleh untuk dinikmati. Tujuan dari upacara ini adalah mendoakan agar roh nenek moyang memberkati hasil panen yang telah dipetik dan agar semua hasil panen tersebut membawa keberkahan bagi seluruh kampung.

7. Upacara Selamatan
Menyajikan tari Enggang Terbang, tari Gantar dan tari Pecuk-pecuk Kina. Merupakan upacara yang diselenggarakan jika terjadi suatu keberkahan yang luar biasa pada kampung. Upacara ini disertai pula dengan persembahan sesajen kepada roh nenek moyang.
Upacara ini diadakan sebagai wujud rasa syukur terhadap kebaikan roh nenek moyang yang telah memberikan anugerah tersebut.

8. Upacara Pemujaan
Menyajikan tari Gantar. Merupakan upacara yang diselenggarakan sebagai bentuk pengakuan dan pemujaan sekaligus wujud kepasrahan diri terhadap roh nenek moyang yang dipercaya memiliki kekuatan jauh melebihi kemampuan manusia, yaitu berupa kekuatan dalam mengatur dan mengendalikan kehidupan secara mutlak, dan mereka tunduk serta taat kepadanya.

9. Upacara Perayaan
Menyajikan tari Enggang Terbang dan tari Gantar. Merupakan upacara adat yang diselenggarakan sebagai pesta rakyat, dengan beragam perlombaan olahraga fisik seperti begolo, begasing dan panjat pinang. Upacara ini ditutup dengan penyelenggaraan acara/pesta yang menyuguhkan beragam hidangan mewah dan dapat dinikmati sambil menyaksikan pergelaran tarian adat. Maksud dari upacara ini hanyalah sebagai media hiburan bagi masyarakat untuk berekreasi sejenak setelah melakukan aktivitas rutin sehari-hari. Namun justru pada upacara inilah proses sosialisasi antar individu masyarakat dapat berlangsung secara optimal.

10. Upacara Penerimaan Tamu Agung
Menyajikan tari Enggang Terbang dan tari Ronggeng. Merupakan upacara yang diselenggarakan oleh suatu kampung jika kedatangan seorang atau rombongan tamu. Upacara ini tidak semeriah upacara-upacara adat lainnya, karena bersifat insidental dan diadakan segera setelah tamu tersebut memasuki wilayah kampung, sehingga waktu persiapannya pun terbatas. Namun maksud terpenting dari upacara ini bukanlah meriahnya acara, melainkan untuk menunjukkan keramahan dari tuan rumah dalam menyambut tamu tersebut, untuk menimbulkan kesan positif pada setiap tamu yang datang. Pada akhirnya akan terwujud suatu bentuk kerjasama tertentu antara kedua belah pihak.

11. Upacara Pembunuhan Kerbau
Dalam kepercayaan masyarakat, adalah suatu kewajiban bagi setiap orang yang masih hidup untuk menyelenggarakan upacara membunuh kerbau sebagai persembahan bagi orang tua yang telah meninggal dunia. Upacara ini diselenggarakan dalam tiga tahap dan membutuhkan dana yang besar. Penyelenggaraannya tidak harus segera setelah orang tua meninggal dunia, namun dapat menunggu sampai pihak keluarga benar-benar siap secara materi. Penyelenggaraan upacara ini adalah satu-satunya cara yang diakui secara adat untuk menunjukkan rasa cinta kasih anak kepada orang tua yang telah meninggal. Selain itu juga untuk menghormati dan membalas budi kedua orang tua serta mendoakan agar arwahnya dapat melewati alam yang baik sebagaimana yang diyakini masyarakat.

12. Upacara Pemberian Gelar
Menyajikan tari Kanjar dan Ganjur. Merupakan upacara yang dilakukan untuk menganugerahkan gelar yang diberikan oleh Raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap Kerajaan. Upacara ini dilengkapi dengan jamuan mewah kepada rakyat sebagai tanda terima kasih dari Raja atas pengabdian rakyatnya.

13. Upacara Penobatan Raja
Menyajikan tari Kanjar dan Ganjur. Merupakan upacara yang diselenggarakan dalam rangka peresmian/penobatan raja yang baru terpilih. Upacara ini dilakukan setiap terjadi pergantian masa kekuasaan kerajaan. Upacara ini merupakan upacara paling meriah yang diselenggarakan oleh kerajaan, dengan berbagai macam ritual/tahapan upacara yang harus dilaksanakan secara berturut-turut tanpa terkecuali.

Seni Tari Suku Dayak
1. Tari Gantar
Tarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya.

2. Tari Kancet Papatai atau Tari Perang
Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari. Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.

3. Tari Kancet Ledo atau Tari Gong
Jika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya Tari Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin.

4. Tari Kancet Lasan
Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang.

5. Tari Leleng
Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.

6. Tari Hudoq
Tarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang buas serta menggunakan daun pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari.

7. Tari Hudoq Kita’
Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik.

8. Tari Serumpai
Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling bambu)

9. Tari Belian Bawo
Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya.

10. Tari Kuyang
Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.

11. Tari Pecuk Kina
Tarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.

12. Tari Datun
Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang.

13. Tari Ngerangkau
Tari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.

14. Tari Baraga’ Bagantar
Awalnya Baraga’ Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.

Sistem Pernikahan Suku Dayak
Dahulu orang Dayak umumnya tidak mengenal istilah berpacaran sebelum memasuki jenjang perkawinan seperti yang kita ketahui sekarang. Namun, saat itu hanya dikenal istilah batunangan, yaitu, ikatan kesepakatan dari kedua orang tua masing-masing untuk mencalonkan kedua anak mereka kelak sebagai suami isteri. Proses batunangan ini dilakukan sejak masih kecil, namun umumnya dilakukan setelah akil balig. Hal ini hanya diketahui oleh kedua orang tua atau kerabat terdekat saja. Pelaksanaan upacara perkawinan memakan waktu dan proses yang lama. Hal ini dikarenakan harus melalui berbagai prosesi, antara lain :
1. Basasuluh
Seorang laki-laki yang akan dikawinkan biasanya tidak langsung dikawinkan, tetapi dicarikan calon gadis yang sesuai dengan sang anak maupun pihak keluarga. Hal ini dilakukan tentu sudah ada pertimbangan-pertimbangan.

2. Batatakun atau Melamar
Setelah diyakini bahwa tidak ada yang meminang gadis yang telah dipilih maka dikirimlah utusan dari pihak lelaki untuk melamar, utusan ini harus pandai bersilat lidah sehingga lamaran yang diajukan dapat diterima oleh pihak si gadis.

3. Bapapayuan atau Bapatut Jujuran.
Kegiatan selanjutnya setelah melamar adalah membicarakan tentang masalah kawin. Pihak lelaki kembali mengirimkan utusan, tugas utusan ini adalah berusaha agar masalah kawin yang diminta keluarga si gadis tidak melebihi kesanggupan pihak lelaki.

4. Maatar Jujuran atau Maatar Patalian.
Merupakan kegiatan mengantar masalah kawin kepada pihak si gadis yang maksudnya sebagai tanda pengikat. Juga sebagai pertanda bahwa perkawinan akan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh para ibu, baik dari keluarga maupun tetangga.

5. Bakakawinan atau Pelaksanaan Upacara Perkawinan .
Sebelum hari pernikahan atau perkawinan, mempelai wanita mengadakan persiapan, antara lain:
a. Bapingit dan Bakasai.
Bagi calon mempelai wanita yang akan memasuki ambang pernikahan dan perkawinan, dia tidak bisa lagi bebas seperti biasanya, hal ini dimaksudkan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan (Bapingit). Dalam keadaan Bapingit ini biasanya digunakan untuk merawat diri yang disebut dengan Bakasai dengan tujuan untuk membersihkan dan merawat diri agar tubuh menjadi bersih dan muka bercahaya atau berseri waktu disandingkan di pelaminan.
b. Batimung.
Hal yang biasanya sangat mengganggu pada hari pernikahan adalah banyaknya keringat yang keluar. Hal ini tentunya sangat mengganggu khususnya pengantin wanita, keringat akan merusak bedak dan dapat membasahi pakaian pengantin. Untuk mencegah hal tersebut terjadi maka ditempuh cara yang disebut Batimung. Setelah Batimung badan calon pengantin menjadi harum karena mendapat pengaruh dari uap jerangan Batimung tadi.
c. Badudus atau Bapapai.
Mandi Badudus atau bapapai adalah uapacara yang dilaksanakan sebagai proses peralihan antar masa remaja dengan masa dewasa dan juga merupakan sebagai penghalat atau penangkal dari perbuatan-perbuatan jahat. Upacara ini dilakukan pada waktu sore atau malam hari. Upacara ini dilaksanakan tiga atau dua hari sebelum upacara perkawinan.
d. Perkawinan (Pelaksanaan Perkawinan)
Upacara ini merupakan penobatan calon pengantin untuk memasuki gerbang perkawinan. Pemilihan hari dan tanggal perkawinan disesuaikan dengan bulan Arab atau bulan Hijriah yang baik. Biasanya pelaksanaan upacara perkawinan tidak melewati bulan purnama.

Senjata Tradisional Suku Dayak
1. Sipet atau Sumpitan
Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.

2. Lonjo atau Tombak
Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.

3. Telawang atau Perisai
Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.

4. Mandau
Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas atau perak atau tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.

5. Dohong
Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.

Tradisi Penguburan
Peti kubur di Kutai. Foto tersebut merupakan foto kuburan Dayak Benuaq di Kutai. Peti yang dimaksud adalah Selokng (ditempatkan di Garai). Ini merupakan penguburan primer - tempat mayat melalui Upacara/Ritual Kenyauw. Sementara di sebelahnya (terlihat sepotong) merupakan Tempelaq yang merupakan tempat tulang si meninggal melalui Upacara/Ritual Kwangkay. Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :
• penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
• penguburan di dalam peti batu (dolmen)
• penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.

Kaitan Psikologi Lintas Budaya dengan Kepribadian dan Moral
Keunikan alam Kalimantan Timur, masyarakat dan budaya yang terikat dalam nilai-nilai adat. Kekentalan adat istiadat dalam budaya di suku Dayak mempengaruhi pola kehidupan. Masyarakat menjaga nilai-nilai dan norma-norma untuk menjaga keseimbangan hubungan antara manusia dengan manusia juga dengan alam. Keunikan ini juga secara otomatis membentuk kepribadian yang unik, salah satunya yaitu nuansa mistik. Nuansa mistik juga ditemukan pada acara adat dan ritual budaya.


Abstrak
Adat Community around the globe particularly in Indonesia is facing a massive problem. This phenomenon refers to two cardinal issues namely: the willingness of the government to recognize their rights and existence, and how to maximizing their participation in national development programs. This paper deals with certain issues such as definition and concepts being debated, inconsistency to link between local history, identity socio-cultural and economic rights of the adat community. In this stage, the first party responsible for empowering the adat community is the government, however there is an immense disparity between ideal plan to empower them, and systemic deteriorating of the peoples life condition and all of their right. Implying some definitions and categories, this paper underlines as well as the actual life condition of adat community currently, that is not merely impacted on external factors but also from internal factors. This paper ends with six conclusions to emphasize ways for coping with current crisis of the adat community in Indonesia.

Sumber
Taman Mini Indonesia Indah, khususnya Anjungan Kalimantan Timur
Pelangi Budaya dan Anugerah Wisata Alam Kalimantan Timur (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Timur)
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/12210255276.pdf
LINTAS BUDAYA

Psikologi Lintas Budaya Part I

FACHRI MUHAMMAD
16509557
3PA07


1. Pengertian psikologi lintas budaya
Budaya dalam kehidupan manusia adalah hal yang dekat dan melekat padanya. Budaya merupakan hasil karya manusia, lahir untuk manusia dalam mengatur dan mendukung kehidupannya. Tujuan menjadikan kehidupan ini menjadi lebih baik adalah keadaan akhir yang diinginkan tersebut.

Kelly mendefinisikan budaya sebagai bagian yang terlibat dalam proses harapan-harapan yang dipelajari atau dialami. Orang-orang yang memiliki kelompok budaya yang sama akan mengembangkan cara-cara tertentu dalam mengonstruk peristiwa-peristiwa, dan mereka pun mengembangkan jenis-jenis harapan yang sama mengenai jenis-jenis perilaku tertentu.

Salah satu definisi konsep budaya adalah yang dikemukakan Koentjaraningrat (2002) yang mendefinisikannya sebagai seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah proses belajar. Definisi tersebut mendominasi pemikiran dalam kajian-kajian budaya di Indonesia sejak tahun 70-an, sejak buku ‘Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan’ diterbitkan. Koentjaraningrat (2002) memecahnya ke dalam 7 unsur, yakni sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan. Ketujuh unsur itulah yang membentuk budaya secara keseluruhan.

Budaya telah menjadi perluasan topik ilmu psikologi di mana mekanisme berpikir dan bertindak pada suatu masyarakat kemudian dipelajari dan diperbandingkan terhadap masyarakat lainnya. Psikologi lintas budaya adalah cabang dari psikologi yang (terutama) menaruh perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan batas-batas pengetahuan dengan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda. Di dalam kajiannya, terdapat pula paparan mengenai kepribadian individu yang dipandang sebagai hasil bentukan sistem sosial yang di dalamnya tercakup budaya. Adapun kajian lintas budaya merupakan pendekatan yang digunakan oleh ilmuan sosial dalam mengevaluasi budaya-budaya yang berbeda dalam dimensi tertentu dari kebudayaan. Psikologi Lintas Budaya ini muncul sebagai respon terhadap teori psikologi yang dikembangkan di Barat dalam satu kebudayaan bersifat universal. Padahal manusia diciptakan tidak bersifat universal melainkan bersifat lokal, hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dan memiliki budaya sendiri. Oleh karena itu Psikologi Lintas Budaya ini membahas tentang konsep psikologi lintas budaya, ruang lingkup psikologi lintas budaya, pewarisan dan perkembangan budaya, budaya dan diri, perilaku sosial, emosi, kepribadian, kognisi, persepsi, akulturasi budaya, dan kelompok-kelompok etnik.


2. Ruang lingkup psikologi lintas budaya

Disiplin yang berkaitan:
•Ekologi
•Sosiologi
•Linguistic
•Biologi

Hubungan dengan psikologi umum:
•Perkembangan
•Perilaku sosial
•Kepribadian
•Kognisi
•Persepsi

3. Hubungan psikologi lintas budaya dengan disiplin ilmu lain

Psikologi lintas budaya sama seperti dengan psikologi budaya mencoba mempelajari bagaimana faktor budaya dan etnis mempengaruhi perilaku manusia. Namun psikologi lintas budaya tidak hanya mempelajari faktor budaya dengan prilaku tetapi faktor antar budaya atau perbedaan budaya yang mempengaruhi prilaku manusia.
Psikologi sosial mempelajari tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan masyarakat sekitarnya. Psikologi lintas budaya juga sama mempelajari individu dengan masyarakat selain itu juga mempelajari individu dengan atar masyarakat yang berbeda.
Ruang Lingkup Antropologi psikologi sama dengan pengakajian secara psikologi lintas budaya (cross cultural) mengenai kepribadian dan sistem sosial budaya. Meliputi masalah-masalah sebagai berikut :
• Hubungan struktur sosial dan nilai-nilai budaya dengan pola pengasuhan anak pada umumnya.
•Hubungan antara struktur kepribadian rata dengan sistem peran (role system) dan aspek proyeksi dari dari kebudayaan.

4. Artikel
Jejak-Jejak Akulturasi Budaya Tionghoa dan Jawa
Perayaan Imlek kini bisa dinikmati di seluruh negeri, sebagaimana masyarakat merayakan adat tradisinya masing-masing. Pengakuan Imlek sebagai bagian budaya nasional ini adalah sumbangsih presiden Abdurahman Wahid dengan mencabut beberapa peraturan-peraturan yang diskriminatif terhadap orang-orang Tionghoa. Beberapa pengamat antropologi menyebut, saat-saat inilah titik keharmonisan budaya tionghoa dengan kebudayaan asli Indonesia kembali setelah mengalami diskriminasi dan konflik yang amat panjang di negeri ini.

Pengakuan budaya tionghoa sebagai bagian budaya nasional, sudah semestinya dilakukan karena interaksi antar keduanya berlangsung cukup lama dan menghasilkan kebiasaan baru bagi keduanya. Dalam sejarah Nasional, orang-orang Tionghoa memberi kontribusi terhadap kemerdekaan dan pembangunan di Indonesia. Sehingga dikotomi warga keturunan dengan bangsa Indonesia sudah semestinya ditiadakan.

Namun disini penulis membatasi pada pembahasan silang budaya jawa dan tionghoa. Sebab dengan pembahasan ini sudah memberi gambaran fakta akan adanya akulturasi budaya tionghoa dengan pribumi.

Dalam agama islam ada salah satu sunnah Rasul yang menyarankan : tuntutlah ilmu hingga ke negeri cina ! Mengapa Cina direferensikan sebagai negara tujuan. Jawabnya tentu bukan karena cina basis agama Islam. Melainkan karena Cina sudah memiliki peradaban tinggi sebelum masa Islam berkembang. Penduduk Cina sudah menguasai ilmu astronomi bahkan mempunyai tempat-tempat observasi, mampu membuat ramuan untuk mengawetkan mayat sampai membuat obat bahan peledak. Karena menguasai ilmu astronomi itu dengan mudah orang Cina bisa mengembara ke Asia Tenggara (termasuk Indonesia) hingga ke Timur Tengah. Penyebaran orang-orang Tionghoa ke seluruh pelosok negara ini selain urusan berdagang juga urusan menyebarkan agama Budha dan Islam.

Perkenalan dengan agama Islam ini, menurut Imelda dalam artikelnya di situs Beranda berjudul Budaya Tionghoa Bagian Dari Budaya Nusantara (14/12/2006), didapat dalam perantauan mereka ke Arab. Dengan teknologi tulis menulis dan cetak mencetak yang dimiliki orang Tionghoa sangat membantu bangsa Arab untuk menyusun Al-Qur’an. Sebaliknya, orang Tionghoa memperoleh bekal ajaran Islam ini yang kemudian mereka sebarkan ke negaranya sendiri hingga ke Asia Tenggara.

Kedatangan pertama orang-orang tionghoa ke Indonesia dibuktikan dengan catatan Fa Xian, seorang bhikhu senior dinasti Jin Timur. Pada tahun 411, kapalnya hanyut dan Fa xian singgah di Yapon (pulau jawa). Fa Xian merantau selama 5 bulan dan membuat catatan mengenai pulau jawa.

Bhikhu senior lainnya adalah Hui Neng dari dinasti Tang yang tiba di pulau jawa pada tahun 664-665. Selama 3 tahun ia bekerja sama dengan bhikhu Janabadra dari jawa untuk menerjemahkan kitab-kitab Agama Budha. Hui Neng cukup mahir berbahasa Jawa Kuno, yang menjadikannya lebih mudah bergaul dengan masyarakat Jawa. Ia mengajarkan makanan sayuran kepada masyarakat sekitarnya. Berikutnya, Hui Neng membawa 20 bhikhu senior lainnya di pulau jawa.

Masuknya kelompok Tionghoa ke Jawa Timur utamanya terdapat di buku Nanyang Huarena (1990) berjudul ‘The 6th overseas Chinese state’. Kertanagara, raja Singasari yang terakhir, pada thn.1289 telah menantang wibawa kaisar Monggol Kublai Khan, yang masa itu berkuasa di Tiongkok. Beliau memulangkan utusan kaisar dengan muka yang dilukai. Kublai Khan mengirim tentaranya ke Jawa. Tetapi sebelum kedatangan tentara tersebut, Kertanagara pada thn 1292 telah tewas disebabkan pemberontakan Kediri. Singasari jatuh. Ketika tentara Kublai Khan tiba, Raden Wijaya, kemenakan
dan menantunya Kertanagara, menyerahkan diri pada pimpinan tentara Monggol dan menyatakan, bahwa Raja Kediri Jayakatwang telah menggantikan Kertanagara. Raden Wijaya berhasil membujuk tentara Kublai Khan untuk menjatuhkan Daha (Kediri).

Setelah tentara Kediri hancur, Raden Wijaya berbalik menyerang tentara Kublai Khan. Beliau minta diberi 200 pengawal Monggol/Tionghoa yang tak bersenjata untuk kepergiannya ke kota Majapahit
dimana beliau akan menyerah dengan resmi pada wakil2 Kublai Khan. Ditengah perjalanan para pengawal dibantai dan sebagian lain tentara Monggol yang tidak menduganya dapat dikepung. Siasat Raden Wijaya menghasilkan pihak Monggol kehilangan 3000 orang dan terpaksa meninggalkan pulau Jawa tanpa hadiah2 yang dijanjikan. Tahun 1293-94 Raden Wijaya mendirikan kerajaan Majapahit di Jawa Timur.

Kublai Khan, cucunya Jengiz Khan, meninggal 18 Pebruari 1294. Antara tahun 1325 dan 1375 hubungan Majapahit dengan Tiongkok telah membaik. Sang Adityawarman yang dibesarkan di Majapahit dan yang kemudian menjadi Raja Sumatera-Barat telah mengunjungi istana kaisar Tiongkok sebagai menteri dan utusan Majapahit pada thn. 1325 dan sekali lagi pada thn 1332.

Gelombang kedatangan orang-orang Tionghoa berikutnya terjadi saat pelayaran Laksamana Cheng Ho yang membawa Armada besar, dengan 62 kapal besar dan lebih 200 kapal kecil, bersama lebih 27 ribu orang awak kapal pada tahun 1405. Pelayaran ini berturut-turut terjadi sebanyak 7 kali, pada tahun 1407, tahun 1412,tahun 1416, tahun 1421, tahun 1424 dan terakhir tahun 1430.

Kehadiran para orang-orang Tionghoa ini melakukan interaksi dengan masyarakat pribumi. Mereka ada yang menikah dengan wanita-wanita pribumi dan saling bertukar kebudayaan. di Pantai Utara Jawa itu di samping menyebarkan ajaran Islam juga budaya Cina. Oleh karena itu di Sunda Kelapa (Pelabuhan kerajaan Padjajaran juga) budaya mereka berbaur dengan
kebudayaan penduduk asli yng kemudian menyebut diri mereka sebagai suku Betawi dan hingga kini, kita mengenal kesenian cokek, lenong, dan lain-lain yang merupakan akulturasi budaya Cina dan Betawi, yang kini kemudian diklaim sebagai kesenian Betawi. Musik Tanjidor yang merupakan musik khas Betawi pun beberapa alat musiknya menggunakan alat musik khas Cina, seperti rebab, dan lain-lain. Perhatikan pakaian pengantin Betawi, yang mirip pakaian pengantin di zaman dinasti-dinasti yang berkuasa di Cina pada abad ke 7. Selain itu bahasa Indonesia pun banyak yang berasal dari serapan bahasa Cina, misalnya becak (Bhe-chia), kue (koe), dan teh (tee).

Sebelum jaman kolonial pernikahan antara orang Tionghoa dengan orang Pribumi merupakan hal yang normal. Dr. Pigeaud dan Dr. de Graaf telah menggambarkan keadaan pada abad ke 16 sebagai berikut :
pertama , di kota-kota pelabuhan pulau Jawa kalangan berkuasa terdiri dari keluarga-keluarga campuran, kebanyakan Tionghoa peranakan Jawa dan Indo-Jawa. Sumber-sumber sejarah pihak Pribumi Indonesia menyebut, dalam abad ke 16 sejumlah besar orang Tionghoa hidup di kota-kota pantai Utara Jawa. Disamping Demak, juga di Cirebon, Lasem, Tuban, Gresik (Tse Tsun) dan Surabaya.

Kedua, banyak orang Tionghoa Islam mempunyai nama Jawa dan dengan sendirinya juga nama Arab. Pada jaman itu sebagai Muslimin mempunyai nama Arab meninggihkan gengsi. Salah satu cucunya Raden Patah tercatat mempunyai cita-cita untuk menyamai Sultan Turki. Menurut De Graaf dan Pigeaud, Sunan Prawata (Muk Ming) raja Demak terakhir yang mengatakan pada Manuel Pinto, beliau berjuang sekeras-kerasnya nya untuk meng-Islamkan seluruh Jawa. Bila berhasil beliau akan
menjadi ‘segundo Turco’ (seorang Sultan Turki ke II) setanding sultan Turki Suleiman I dengan kemegahannya. Nampaknya selain naik haji beliau telah mengunjungi Turki.

Sumber-sumber Pribumi menegaskan raja-raja Kerajaan Demak orang Tionghoa atau Tionghoa peranakan Jawa. Terlalu banyak untuk memuat semua nama-nama tokoh sejarah yang di-identifikasi sebagai orang Tionghoa. Diantaranya Raden Kusen (Kin San, adik tiri Raden Patah), Sunan Bonang (Bong Ang, putera Sunan Ngampel alias Bong Swee Ho), Sunan Derajat juga putera Sunan Ngampel, Sunan Kalijaga (Gan Si Chang), Ja Tik Su (tidak jelas beliau Sunan Undung atau Sunan Kudus. Ada sumber mengatakan Sunan Undung ayah Sunan Kudus dan menantunya Sunan Ngampel), Endroseno, panglima terachir tentara Sunan Giri, Pangeran Hadiri alias Sunan Mantingan suami Ratu
Kalinyamat, Ki Rakim, Nyai Gede Pinatih (ibu angkatnya Sunan Giri dan keturunannya Shih Chin Ching tuan besar (overlord) orang Tionghoa di Palembang), Puteri Ong Tien Nio yang menurut tradisi adalah isterinya Sunan Gunung Jati, Cekong Mas (dari keluarga Han, makamnya terletak didalam suatu langgar di Prajekan dekat Situbondo Jawa Timur dan dipandang suci), Adipati Astrawijaya, bupati yang diangkat oleh VOC Belanda tetapi memihak pemberontak ketika orang-orang Tionghoa di Semarang berontak melawan Belanda pada thn. 1741 dan Raden Tumenggung Secodiningrat Yokyakarta (Baba Jim Sing alias Tan Jin Sing).

Menurut prof. Muljana, Sunan Giri dari pihak ayahnya adalah cucu dari Bong Tak Keng, seorang Muslim asal Yunnan Tiongkok yang terkenal sebagai Raja Champa, suatu daerah yang kini menjadi
bagian Vietnam. Bong Tak Keng koordinator Tionghoa Perantauan di Asia Tenggara. Ayah ibunya Sunan Giri adalah Raja Blambangan, Jawa Timur. Giri nama bukit di Gresik.

Kepergian banyak Muslim Tionghoa (exodus) dari Tiongkok terjadi pada tahun 1385 ketika diusir dari kota Canton. Jauh sebelum itu, Champa sudah diduduki Nasaruddin jendral Muslim dari Kublai Khan. Jendral Nasaruddin diduga telah mendatangkan agama Islam ke Cochin China. Sejumlah pusat Muslim Tionghoa didirikan di Champa, Palembang dan Jawa Timur. Ketika pada tahun 1413 Ma Huan mengunjungi Pulau Jawa dengan Laksamana Cheng Ho, beliau mencatat agama Islam terutama agamanya orang Tionghoa dan orang Ta-shi (menurut prof. Muljana orang-orang Arab). Belum ada Muslimin Pribumi.

Pada tahun 1513-1514 Tome Pires mengambarkan kota Gresik sebagai kota makmur dikuasai oleh orang-orang Muslim asal luar Jawa. Pada tahun 1451 Ngampel Denta didirikan oleh Bong Swee Ho alias Sunan Ngampel untuk menyebarkan agama Islam mazhab Hanafi diantara orang2 Pribumi. Sebelum itu beliau mempunyai pusat Muslim Tionghoa di Bangil. Pusat ini ditutup setelah bantuan dari Tiongkok berhenti karena tahun 1430 hingga 1567 berlaku maklumat kaisar melarang orang2 Tionghoa untuk meninggalkan Tiongkok.

Hingga jaman pendudukan Jepang, rakyat kota Malang Jawa Timur masih mempergunakan
sebutan ‘kyai’ untuk seorang lelaki Tionghoa Totok. Kyai berarti guru agama Islam. Padahal yang dijuluki itu bukan orang Islam. Kebiasaan tersebut peninggalan jaman dulu. Gelar Sunan berasal dari perkataan dialek Tionghoa Hokkian ‘suhu, Saihu’. 8 Orang Wali Songo mazhab Hanafi bergelar Sunan. Satu dari Wali Songo mazhab ‘Syi’ bergelar Syeh dari bahasa Arab Sheik.

Akulturasi Budaya

Interaksi orang-orang Tionghoa dengan masyarakat pribumi turut mempengaruhi budaya antar keduanya dan melahirkan kebudayaan baru yang menambah khasanah kebudayaan Indonesia. Apa saja hasil-hasil kebudayaan baru sebagai proses akulturasi dua kebudayaan itu?

1. Arsitektur
pengaruh arsitektur Tionghoa terlihat pada bentuk mesjid-masjid di Jawa terutama di daerah-daerah pesisir bagian Utara. Agama Islam yang pertama masuk di Sumatera Selatan dan di Jawa mazhab (sekte) Hanafi. Datangnya melalui Yunnan Tiongkok pada waktu dynasti Yuan dan permulaan dynasti Ming. Prof. Muljana berpendapat bila agama Islam di pantai Utara Jawa masuknya dari
Malaka atau Sumatera Timur, mazhabnya Syafi dan/atau Syià dan ini bukan demikian halnya. Beliau menekankan mazhab Hanafi hingga abad ke 13 hanya dikenal di Central Asia, India Utara dan Turki. Meskipun agama Islam pada abad ke 8 sudah tercatat di Tiongkok, Mazhab Hanafi baru masuk Tiongkok jaman dynasti Yuan abad ke 13, setelah Central Asia dikuasai Jengiz Khan.

2. Sastra
Banyak hasil sastra yang dihasilkan bangsa Tionghoa di P. Jawa juga sebaliknya terjemahan yang diterbitkan di Tiongkok berasal dari Indonesia ke bahasa mandarin. Misalnya, cerita roman paling populer adalah cerita Saan Pek Ing Tai, di Jawa Barat Populer karya Lo Fen Koi. Cerita-cerita silat misalnya, Pemanah Rajawali, Golok Pembunuh Naga, Putri Cheung Ping, Kera Sakti, dan Sepuluh pintu Neraka. Puisi yang diciptakan penyair Tiongkok kuno pernah diterjemahkan sastrawan Indonesia, HB Jasin. Sedangkan di dunia novel kita sudah cukup akrab dengan karya Marga T, yang banyak mengambil latar belakang negeri Tiongkok.

3. Bahasa
Menurut Profesor Kong Yuaanzhi terdapat 1046 kata pinjaman bahasa Tionghoa yang memperkaya bahasa Melayu / Indonesia dan 233 kata pinjaman Bahasa Indonesia kedalam Bahasa Tiong Hoa. Misalnya jenis alas kaki dari kayu Bakiak, kodok(jawa) asal dari nama Kauw Tok, Kap Toa menjadi Ketua.

4. Kesenian
Pertukaran musik dan tari telah dilangsungkan sejak jaman Dinasti Tang (618-907). Alat musik seperti Gong dan caanang, Erhu (rebab Tiongkok senar dua), suling, kecapi telah masuk dan menjadi alat musik daerah di Indonesia. Gambang Keromong merupakan perpaduan antara musik jawa dan Tiongkok, pada mulanya dalah musik tradisional dari Betawi dan digunakan untuk mengiringi upacara sembahyang orang keturunan Tionghoa, kemudian menjadi musik hiburan rakyat. Wayang Ti-Ti atau Po The Hie, adalah wayang yang memakai boneka kayu dimakain dengan keterampilan jari tangan,dimainkan saat menyambut hari besar di upacara keagamaan orang Tiong Hoa.

5. Olahraga
Misalnya olahraga pernapasan Wei Tan Kung kini menjadi Persatuan Olahraga Pernapasan Indonesia, Olahaga pernapasan Tai Chi menjadi Senam Tera Indonesia, olahraga bela diri Kung Fu yang populer di Indonesia.

6. Adat Istiadat
upacara minum teh yang disuguhkan kepada tamu sudah cukup populer di Jawa dengan mengganti teh dengan kopi. Kemudian tradisi saling berkunjung dengan memberikan jajanan atau masakan pada hari-hari raya, dan tradisi membakar petasan saat lebaran.

Dengan bukti-bukti kekayaan kebudayaan Indonesia hasil akulturasi dengan bangsa Tiongkok serta besarnya kontribusi Bangsa Tiongkok terhadap perjalanan sejarah Indonesia cukup menjadi alasan, mengapa kita harus menyambut baik pencabutan peraturan-peraturan yang diskriminatif terhadap bangsa Tionghoa. Sebab kini, tidak perlu lagi memperdebatkan dikotomi warga keturunan Tionghoa dengan masyarakat pribumi, karena mereka adalah satu kesatuan NKRI.



Daftar Pustaka:

Koentjaraningrat (2002). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia

http://bigsidik.blogspot.com/2011/09/psikologi-lintas-budaya.html

http://ikaning.wordpress.com/2007/10/19/jejak-jejak-akulturasi-budaya-tionghoa-dan-jawa/