Selasa, 03 April 2012

Selamat Tahun Baru! Kembang Apinya Terlalu Besar

Selamat tahun baru 2012 untuk kalian yang merayakannya!

Sebenernya postingan ini udah lama jadi. Draft-nya tersimapan rapih dalam hard disk di komputer gue. Karna penyakit males berulang kali kambuh, maka dari itu postingan ini dan lain-lainnya baru bisa ke publish sekarang. Bagi yang berkenan silahkan di baca pengalaman gue menghadapi kembang api “yang lain”.

Sabtu malam atau biasa disebut malam minggu. Masih belum kelihatan hiruk pikuk masyarakat Jakarta yang akan merayakan Tahun Baruan. Sesekali hanya terdengar suara petasan yang menghantam telinga. Letusan petasan yang berwarna warni juga menghiasi langit biru di sore ini. Semua rencana gue untuk keluar rumah batal! Belakangan diketahui karna minimnya persiapan rencana ini tidak jadi membuahkan hasil.

Sore menjelang malam gue telah sampai di kawasan Rawamangun, tempat dimana gue akan coba menghabiskan waktu pada pergantian tahun. Bersyukur sahabat gue, Ariyo, lagi libur kerja. Rencana dadakan secara kilat dibuat. Dan gue rasa ini menjadi jawaban doa sedari siang yang menginginkan untuk ber-tahun baruan di luar rumah.

Gue emang berharap punya pengalaman yang istimewa. Pengalaman yang emang jarang banget gue dapet ketika momen tahun baru. Malam itu gue sekedar pergi ke sebuah mal di kawasan Kelapa Gading. Bertiga bersama ade gue dan Ariyo kita menyusuri jalan di Ibu Kota. Ga sampe hitungan 3 jam gue telah sampai lagi di rumah.

Ketika makanan yang telah gue pesan habis di santap, feeling gue mengajak untuk pulang. Selalu mencari alasan supaya gue bisa bener-bener sampe di rumah. Dan pada akhirnya keinginan batin memenangkan semuanya.

Menjelang jam dua belas malem gue coba untuk keluar rumah. Baru kali ini gue melihat kawasan Rawamangun sepi total. Mungkin dalam hitungan menit, hanya beberapa kendaraan yang melintasi jalan tersebut.

Bunyi petasan menandakan telah bergantinya tahun. Gue, mungkin tidak secara formal, tetep berdoa supaya di tahun 2012 ini bisa menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam hati gue cuma bisa bilang, “just let it flow!” Gue akan membiarkan semuanya cair melewati tahun tanpa banyak harapan seperti tahun sebelumnya; yang juga hampir kebanyakan keinginan gue masih belum bisa tercapai. Memang secara terang-terangan di akun twitter menjelaskan bahwa gue tidak ikut merayakan perayaan tahun baru ini. Tapi gue tetep memberikan selamat kepada setiap insan yang merayakan pergantian tahun.

Kira-kira jam dua belas tengah malam ini sudah melewati menit ke lima. Ingin menyapa pagi dengan istirahat sampai tengah hari. Ketika beres-beres rumah, tercium aroma asap yang mengganggu pernapasan. Lama kelamaan bau itu semakin menyengat. Mencoba keluar rumah siapa tau masih ada sisa udara segar yang tidak tercampur bau petasan. Namun begitu tersentak ketika berada di luar. Ada beberapa pemuda yang meneriakan satu kata, KEBAKARAN!

Jujur pada saat itu gue kalap. Mencoba membangunkan kakak gue dan tante gue yang sedang tidur. Nenek gue sibuk mencari berkas-berkas penting yang dia punya. Di luar sudah terlihat banyak orang. Ketika gue melihat kembali situasi sekitar, api sudah berkobar sangat besar. Kepanikan melanda kawasan tempat tinggal nenek gue.

Ada beberapa pengendara sepeda motor yang berhenti untuk “menonton” kejadian ini. Gue mencoba untuk menghubungi pihak yang berwajib, tapi nadanya selalu sibuk. Api semakin besar dan menjalar kesamping TKP. Betapa kagetnya gue setelah coba menghitung urutan bahwa tempat tinggal nenek gue berada lima lajur dari tempat kebakaran. Doa keselamatan terselip dalam kepanikan.

Warga sesegera mengevakuasi keadaan sekitar. Ada beberapa yang coba menyirami api dengan air, namun banyak juga yang coba menyelamatkan barang-barang berharganya.

Sirine mobil pemadam kebakaran terdengar sambung menyambung. Dengan sigap para pemadam kebakaran menurunkan peralatan untuk memadamkan api. Butuh lebih dari empat mobil untuk membuat api yang telah melalap toko dan pemukiman warga mati. Terlihat sangat pemberani para personil pemberantas “si jago merah” berjibaku dengan api.

Lebih dari tiga jam api berhasil di kecilkan. Masih ada beberapa titik api yang belum dapat sepenuhnya di hilangkan. Dan lebih dari tujuh jam gue harus hidup tanpa listrik yang mati akibat pemutusan dari pihak PLN. Gue masih akan tetap berjaga selama api benar-benar belum padam.

Setelah adzan Subuh berkumandang, barulah gue merasa yakin bahwa semuanya telah selesai. Berterima kasih pada Dzat Yang Maha Kuasa. Ada sedikit ketakutan dalam diri, namun semuanya gue tepis karna gue yakin semua ini bakal baik-baik aja.

Sungguh, petasan yang itu besar sekali. Baru kali ini gue melihat secara langsung dan tidak ingin melihatnya lagi.

Hidup Itu Pilihan!

Menemukan dua tikungan; pilihan. Menentukan jawaban; pilihan. Bahkan sekedar melangkah pun kita dihadapkan pleh pilihan, entah itu melangkah dengan kaki kanan atau dengan kaki kiri seperti halnya turun dari sebuah metro mini. Tidak sulit jika kita berani bertanggung jawab didalamnya.

Waktu itu ada buka puasa bersama bareng anak-anak basket di SMP 214, Maya turut disitu. Setelah ‘bedug’ Maghrib, setelah semua berhasil membatalkan puasanya secara serentak, tiba-tiba Maya nanya ke gue pas ngeliat Eka ngerokok.

“Lo ngerokok juga?”

“Iya kadang-kadang aja kalo lagi kepengen. Kenapa?”

“Gapapa, nanya aja.”


Jawaban yang menutup pembicaraan. Simple, tapi turut makna didalamnya.

“Dia ga suka!” Ga usah ngasitau, gue uda tau dari mimik mukanya ketika menjawab.
Jujur ketika gue suka sama Maya, sayang sama dia, gue berubah ‘kepo’ untuk nyaritau apa aja yang dia suka dan apa aja yang ngga disukain sama Maya. Dikejadian ini gue tau kalo Maya ngga suka sama cowo yang ngerokok, dan gue? Oke! Saat ini gue merasa harus membuang parasut.

Dan jujur saat ini gue lagi sering banget ngerokok. Bukan, bukan karna gue abis putus dari Tisya yang kata kebanyakan temen gue cari pelarian dan pelampiasan. Tapi lebih kepada… yaa ngga tau. Gue lagi kepengen ngerokok aja. Seperti halnya kata kebanyakan orang, kadang kita ngga perlu alasan untuk melakukan sesuatu. Awalnya gue emang benci banget sama rokok, dan terkadang kita bisa saja terjungkir ke 180˚.

Gue ngga takut kalo Maya jadi ga respect gara-gara dia tau gue ngerokok, gue melakukan hal yang ngga dia suka. Pilihan selalu ada sama gue karna hidup ini punya gue, bukan lo atau dia. Dan gue juga akan selalu mengacungi jempol pada orang-orang yang udah tau tentang hal negatif, tapi dia tetep bisa menahan diri untuk tidak melakukan hal seperti itu; bukan kaya gue!

“Hidup itu pilihan; memilih untuk hidup.”

It's Ma Second Show

Balik lagi ke postingan (sok) hip-hop gue. Kali ini yang semula Hamba Allah telah diganti menjadi Prosidi. Isinya masih tetep sama, ada gue dan Ramzy.

Dari jauh-jauh hari uda dapet info bakalan ada Rap Competition di Urban Fest, Prosidi pun mempersiapkan diri untuk bisa tampil didalamnya. Tapi Prosidi jadi ‘oleng’ manakala salah satu personilnya malah sakit seminggu sebelum hari H.

Agak sulit kalo men-judge Ramzy yang sakit karna bisa diliat dari perawakan badannya yang tumbuh subur seperti memakai pupuk kompos. Nah kalo gitu langsung aja kita menuduh si Fachri yang sakit. Bocah itu biarpun makannya menganut paham PORTUGAL (PORsi TUkang GALi) tapi tetep aja badannya ga bisa kaya Ade Rai. Maka tuduhan kita kali ini benar bahwa gue yang sakit.

Materi lagu udah dipersiapkan, beat udah berhasil di ‘kulik’, satu hari sebelum perform kesehatan gue belum juga menunjukan tanda-tanda kesembuhan. Minus satu hari abis technical meeting, setelah nyari perlengkapan yang lain, gue coba untuk istirahat total. Berharap obat yang gue minum bisa menyembuhkan gejala thypus ini.

Dahsyat! Obat berfungsi dengan baik. Bangun tidur badan gue udah terasa lebih baik dari sebelumnya. Dan gue juga uda berhasil ditipu sama gejala thypus yang lagi gue idap. Baru tau ternyata sakit ini emang hebat. Ketika di pagi hari semua terasa seperti baik-baik saja. Namun ketika melewati setengah hari, perlahan gejalanya timbul secara konstan hingga tengah malam. Gue pun merasakan hal itu; bangun pagi badan terasa seger, pas sampe di TKP badan gue malah meriang menggigil ditambah pusing dan mual.

Merasa telah nyemplung dan basah kuyup, ga mungkin juga kalo harus pulang lagi. Dengan kondisi yang dipaksakan akhirnya Prosidi berhasil naik panggung pada pukul tiga sore setelah menunggu dari jam sebelas siang *sigh*. Alhamdulillah untuk kesempatan yang kali ini gue berhasil menunjukan semua lirik tanpa salah seperti halnya pada It's Ma First Show.

Ga lama acara Rap Competition selesai, juri langsung ngumumin siapa aja yang berhasil lolos ke babak selanjutnya. Ya! Prosidi masih diberi kesempatan membenahi penampilan di lain waktu.















Manggung lagi sakit? Gue pernah dan tau rasanya kaya gimana.
Professionalitas? Bukan! Hanya amatir yang memaksakan.

Keep rappin’!

I Got Ill, Mayn! (Part II)

Sangat amat mengenaskan. Ini jarang sekali terjadi. Gue pun ga habis pikir dengan kejadian ini. Oke lah cukup, barisan kalimat tadi terbaca sangat hiperbola pastinya.

Dang! I gotta ill, mayn! Yap! Gue kembali sakit. Entah untuk yang keberapa kalinya gue sakit pada tahun ini. Yang mencengangkan adalah setahun ini gue sampe dua kali dirawat di Rumah Sakit. Satu hal yang gue tangkap, sangat-amat-boros!

Emang dari kuliah gue uda kena gejala tipes. Dasar bandel, dokter ngasi surat istirahat eh gue malah tetep masuk kuliah. Lo yang pernah ngerasain tipes tau sendiri lah betapa bete-nya bed rest dirumah. Dan gue ga betah dengan keseharian yang seperti itu. Terlalu membunuh waktu, istilahnya.

Lupakan cerita romantis pada postingan I Got Ill, Mayn!, rawat-inap kali ini gue lebih menyendiri. Ga banyak orang yang tau, gue cuma ngasitau hal ini ke beberapa orang terdekat aja.

Mungkin untuk pertama kali rawat inap gue butuh waktu sekitar sepuluh hari untuk tidur-tiduran di Rumah Sakit. Nah sekarang gue cuma ngerasain lima hari doang. Ga beda jauh dengan yang sebelumnya; gue tetep harus bener-bener istirahat total.

Dan yang namanya istirahat total itu bosennya luar biasa. Gue kembali menemukan kejenuhan yang super. Cuma bisa makan, nonton, dan bolak balik ke kamar mandi. dan kesemuanya itu di lakukan pada satu ruangan dimana gue menginap.

Kali ini harus bisa lebih waspada lagi untuk jaga kesehatan. Lebih pinter mengatur jadwal istirahat, lebih cerdik untuk mengatur jadwal makan. Semuanya mesti bertahap karna tekad gue sudah bulat; gue mau sembuh!

Capek kali kalo harus sakit melulu :(

Bukan Afgan, Kali Ini Bisma Smash

Jadi inget kalo dulu selagi gue ngelatih basket di SMP, ada beberapa anak yang bilang gue mirip sama penyanyi ganteng Afgan Syahreza yang biasa dipanggil Afgan. Mungkin buat gue ini suatu anugerah disamain sama mas ganteng itu. Tapi kayanya buat Afgan dia ga pantes banget kalo dibilang mirip sama pria perawakan pas-pasan kaya gue gini :p

Nah untuk tahun sekarang, untuk yang kedua kalinya gue di amanah kan buat jadi mentor pas lagi pesantren kilat di SMP. Tahun kemaren cukup lah gue merasakan euphoria menjadi seorang mentor pada bulan Ramadhan. Dan sekarang ini harusnya gue bisa membenahi dan belajar banyak dari taun lalu untuk bisa menjadi mentor yang baik untuk anak-anak peserta sanlat.

Taun ini sistemnya beda sama yang kemarin. Kalo kemaren kan setiap jenjang kelas dapet jatah dua hari buat ngikutin sanlat. Hari pertama dari pagi sampe siang, dan hari kedua dari siang sampe menjelang buka puasa. Sekarang tiap tingkatan kelas cuma dapet seharian penuh dari pagi sampe buka puasa bersama. Ga kebayang deh jagain anak-anak, ngasi materi, ngasi games, mesti ngisi muhasabah juga, gatau bakal jadi apa. Awalnya ngerasa ga yakin buat mampu ngelakuin ini. Berangkat dengan Bismillah gue pun berusaha untuk membantu acara semaksimal mungkin.

Dan sekarang di taun yang kedua kebetulan sahabat gue, Eka, lagi libur kuliah. Kayaknya dia juga lagi nyoba-nyoba nih nyari pengalaman jadi mentor. Gayung bersambut dia pun setuju untuk bantu-bantu di acara tersebut.

Berhubung lagi bulan puasa, gue ga boleh ngeluh dong. Apapun itu udah menjadi resiko dan tanggung jawab gue yang meng-iya-kan pekerjaan ini. Jujur aja di hari pertama banyak agenda yang ngaret dari jadwal. Dan yang bikin gue ngerasa lebih berdosa ketika menjelang sore pada saat anak-anak bermain games, gue malah menunda sholat Ashar berjamaah. Semoga Tuhan mau memaafkan kesalahan gue ini.

Di hari kedua dan ketiga, gue sama Eka bisa lebih rileks dalam membimbing anak-anak. Semua materi yang gue kasih semuanya merangkap dari hari pertama sampe hari terakhir sanlat. Otomatis ketika di hari yang pertama menemukan kendala, lalu di hari kedua berusaha untuk lebih baik lagi, pastinya di hari yang ketiga sudah harus bisa menyajikan acara dengan sangat amat baik.

Dan tetep aja ketika adzan Maghrib berkumandang naluri gue untuk mencari makanan sangat amat besar. Gue, Eka, dan temen-temen panitia sanlat lainnya berbondong-bondong menuju setiap kelas yang sedang asik menyantap hidangan buka puasa untuk meminta “jatah”. Dan Tuhan pun menjawab doa gue sedari siang dengan memberikan makanan yang berlimpah.

Alhamdulillah, puji syukur semua tugas Insya Allah sudah gue kerjakan dengan semaksimal mungkin. Semoga apa yang udah gue, Eka, dan temen-temen panitia kerjakan bisa menjadi pahala tersendiri untuk masing-masing. Amiiin.