Rabu, 28 April 2010

Perkenankanlah Aku MencintaiMu Semampuku

Tuhanku,
Aku masih ingat, saat pertama dulu aku belajar mencintaiMu…
Lembar demi lembar kitab kupelajari…
Untai demi untai kata para ustadz kuresapi…
Tentang cinta para nabi
Tentang kasih para sahabat
Tentang mahabbah para sufi
Tentang kerinduan para syuhada
Lalu kutanam di jiwa dalam-dalam
Kutumbuhkan dalam mimpi-mimpi dan idealisme yang mengawang di awan…

Tapi Rabbii,
Berbilang detik, menit, jam, hari, pekan, bulan dan kemudian tahun berlalu…
Aku berusaha mencintaiMu dengan cinta yang paling utama, tapi…
Aku masih juga tak menemukan cinta tertinggi untukMu…
Aku makin merasakan gelisahku membadai…
Dalam cita yang mengawang
Sedang kakiku mengambang, tiada menjejak bumi…
Hingga aku terhempas dalam jurang
Dan kegelapan…

Wahai Ilahi,
Kemudian berbilang detik, menit, jam, hari, pekan, bulan dan tahun berlalu…
Aku mencoba merangkak, menggapai permukaan bumi dan menegakkan jiwaku kembali
Menatap, memohon dan menghibaMu:
Allahu Rahiim, Ilaahi Rabbii,
Perkenankanlah aku mencintaiMu,
Semampuku
Allahu Rahmaan, Ilaahi Rabii
Perkenankanlah aku mencintaiMu
Sebisaku
Dengan segala kelemahanku

Ilaahi,
Aku tak sanggup mencintaiMu
Dengan kesabaran menanggung derita
Umpama Nabi Ayyub, Musa, Isa hingga Al musthafa
Karena itu izinkan aku mencintaiMu
Melalui keluh kesah pengaduanku padaMu
Atas derita batin dan jasadku
Atas sakit dan ketakutanku

Rabbii,
Aku tak sanggup mencintaiMu seperti Abu bakar, yang menyedekahkan seluruh hartanya dan hanya meninggalkan Engkau dan RasulMu bagi diri dan keluarga. Atau layaknya Umar yang menyerahkan separo harta demi jihad. Atau Utsman yang menyerahkan 1000 ekor kuda untuk syiarkan dienMu.
Izinkan aku mencintaiMu, melalui seratus-dua ratus perak yang terulur pada tangan-tangan kecil di perempatan jalan, pada wanita-wanita tua yang menadahkan tangan di pojok-pojok jembatan. Pada makanan–makanan sederhana yang terkirim ke handai taulan.

Ilaahi,
aku tak sanggup mencintaiMu dengan khusyuknya shalat salah seorang shahabat NabiMu hingga tiada terasa anak panah musuh terhunjam di kakinya. Karena itu Ya Allah, perkenankanlah aku tertatih menggapai cintaMu, dalam shalat yang coba kudirikan terbata-bata, meski ingatan kadang melayang ke berbagai permasalahan dunia.

Robbii,
aku tak dapat beribadah ala para sufi dan rahib, yang membaktikan seluruh malamnya untuk bercinta denganMu. Maka izinkanlah aku untuk mencintaimu dalam satu-dua rekaat lailku. Dalam satu dua sunnah nafilahMu. Dalam desah napas kepasrahan tidurku.

Yaa, Maha Rahmaan,
Aku tak sanggup mencintaiMu bagai para al hafidz dan hafidzah, yang menuntaskan kalamMu dalam satu putaran malam. Perkenankanlah aku mencintaiMu, melalui selembar dua lembar tilawah harianku. Lewat lantunan seayat dua ayat hafalanku.

Yaa Rahiim
Aku tak sanggup mencintaiMu semisal Sumayyah, yang mempersembahkan jiwa demi tegaknya DienMu. Seandai para syuhada, yang menjual dirinya dalam jihadnya bagiMu.
Maka perkenankanlah aku mencintaiMu dengan mempersembahkan sedikit bakti dan pengorbanan untuk dakwahMu.
Maka izinkanlah aku mencintaiMu dengan sedikit pengajaran bagi tumbuhnya generasi baru.

Allahu Kariim,
aku tak sanggup mencintaiMu di atas segalanya, bagai Ibrahim yang rela tinggalkan putra dan zaujahnya, dan patuh mengorbankan pemuda biji matanya. Maka izinkanlah aku mencintaiMu di dalam segalanya. Izinkan aku mencintaiMu dengan mencintai keluargaku, dengan mencintai sahabat-sahabatku, dengan mencintai manusia dan alam semesta.

Allaahu Rahmaanurrahiim, Ilaahi Rabbii
Perkenankanlah aku mencintaiMu semampuku.
Agar cinta itu mengalun dalam jiwa.
Agar cinta ini mengalir di sepanjang nadiku.


Sumber: Gatau ini punya siapa. Ini juga boleh ngopy sama temen. Kalo ada yang ngerasa ini karya kalian tolong kasitau saya, biar bisa saya tulis nama kalian beserta tulisan ini :)

Lelaki Sejati

Kisah ini terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra. Ada seorang pemuda kaya hendak pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah umrah. Dia mempersiapkan segala perbekalannya, termasuk unta yang akan digunakan sebagai kendaraannya. Setelah semua dirasanya siap, dia pun memulai perjalanannya.

Di tengah perjalanan dia menemukan sebuah tempat yang ditumbuhi rumput hijau nan segar. Dia berhenti di tempat itu untuk beristirahat sejenak. Pemuda itu duduk di bawah pohon. Akhirnya, pemuda itu terlelap dalam tidurnya yang nyenyak.

Saat dia tidur, tali untanya lepas sehingga unta itu pergi ke sana ke mari. Alhasil unta itu masuk ke kebun yang ada di dekat situ. Unta itu memakan tanaman-tanaman dan buah-buahan di dalam kebun. Dia juga merusak segala yan dilewatinya.

Penjaga kebun itu adalah seorang kakek yang sudah tua. Sang kakek berusaha mengusir unta itu. Namun dia tidak bisa. Karena khawatir unta itu akan merusak seluruh kebunnya, sang kakek pun membunuh unta itu.

Ketika bangun, pemuda itu mencari untanya. Ternyata dia menemukan unta itu telah tergeletak mati dengan leher menganga di dalam kebun. Pada saat itu seorang kakek datang.

Pemuda itu bertanya, “Siapa yang membunuh unta ini?”

Kekek itu menceritakan apa yang telah dilakukan oleh unta itu. Karena kuatir akan merusak seluruh isi kebun, terpaksa dia membunuhnya.

Mendengar hal itu sang pemuda sangat marah hinga emosinya tak terkendalikan. Serta-merta dia memukul kakek penjaga kebun itu. Naasnya, kakek itu meninggal seketika. Pemuda itu menyesal atas apa yang diperbuatnya. Dia berniat kabur.

Saat itu datanglah dua orang anak sang kakek tadi. Mengetahui ayahnya telah tergeletak tidak bernyawa dan disebelahnya berdiri pemuda itu, lalu mereka menangkapnya.

Keduanya membawa pemuda itu untuk menghadap Amirul Mukminin; Khalifah Umar bin Khattab ra. Mereka berdua menuntut dilaksanakan qishash (hukuman bagi orang yang membunuh) kepada pemuda yang telah membunuh ayah mereka.

Lalu Umar bertanya kepada pemuda itu. Pemuda itu mengakui perbuatannya. Dia benar-benar menyesal atas apa yang telah dilakukannya.

Umar berkata, “Aku tidak punya pilihan lain kecuali melaksanakan hukum Allah.”

Seketika itu sang pemuda meminta kepada Umar agar dia diberi waktu dua hari untuk pergi ke kampungnya, sehingga dia bisa membayar hutang-hutangnya.

Umar bin Khattab berkata, “Hadirkan padaku orang yang menjamin, bahwa kau akan kembali lagi ke sini. Jika kau tidak kembali, orang itu yang akan diqishash sebagai ganti dirimu.”

Pemuda itu menjawab, “Aku orang asing di negeri ini, Amirul Mukminin. Aku tidak bisa mendatangkan seorang penjamin.”

Sahabat Abu Dzar ra yang saat itu hadir di situ berkata, “Hai Amirul Muikminin, ini kepalaku. Aku berikan kepadamu jika pemuda ini tidak datang lagi setelah dua hari.”

Dengan terkejut, Umar bin Khatab berkata, “Apakah kau yang akan menjadi penjaminnya, wahai Abu Dzar… wahai Sahabat Rasulullah?”

“Benar, Amirul Mukminin.” Jawab Abu Dzar lantang.
Pada hari yang telah ditetapkan untuk pelaksanaan hukuman qishash, orang-orang menantikan datangnya pemuda itu. Sangat mengejutkan! Dari jauh mereka melihat pemuda itu datang dengan memacu kudanya. Sampai akhirnya, dia sampai di tempat pelaksanaan hukuman. Orang-orang memandangnya dengan rasa takjub.

Umar bertanya kepada pemuda itu, “Mengapa kau kembali lagi ke sini anak muda? Padahal kau bisa menyelamatkan dirimu dari maut.”

Pemuda itu menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, aku datang ke sini agar jangan sampai orang-orang berkata, ‘tidak ada lagi orang yang menepati janji di kalangan umat Islam’, dan agar orang-orang tidak mengatakan ‘tidak ada lagi lelaki sejati, kesatria yang berani mempertanggungjawabkan perbuatannya di kalangan umat Muhammad SAW.”

Lalu Umar melangkah ke arah Abu Dzar Al-Ghiffari dan berkata, “Dan kau wahai Abu Dzar. Bagaimana kau bisa mantap menjamin pemuda ini, padahal kau tidak kenal dengan pemuda ini?”

Abu Dzar menjawab, “Aku lakukan itu agar orang-orang tidak mengatakan bahwa ‘tidak ada lagi lelaki jantan yang bersedia berkorban untuk saudaranya seiman dalam umat Muhammad SAW.”

Mendengar hal itu semua, dua orang lelaki anak kakek yang terbunuh itu berkata, “Sekarang tiba giliran kami, wahai Amirul Mukminin. Kami bersaksi di hadapanmu bahwa pemuda ini telah kami maafkan, dan kami tidak meminta apapun darinya! Tidak ada yang lebih utama dari memberi maaf di kala mampu. Ini kami lakukan agar orang tidak mengatakan tidak ada lagi orang yang berjiwa besar yang mau memaafkan saudaranya di kalangan umat Muhammad SAW.”

Cerita disadur dari:
El Shirazy, Habiburrahman
KETIKA CINTA BERBUAH SURGA / Habiburrahman El Shirazy — Bandung: MQS Publishing 2005.

Kenangan Setahun Yang Lalu

Kemarin hari Senin adalah pengumuman kelulusan buat semua temen-temen SMA di Indonesia. Gue liat berita yang disiarin di tipi berbagai macam selebrasi dilakukan oleh para remaja ABG itu buat nunjukin kelulusan mereka. Bahkan ada yang sampe pingsan gara-gara ga kuat nahan rasa senengnya itu. Lain selebrasi yang lulus, lain lagi buat yang ga (belum, karna bakal ada ujian ulang buat yang nilainya kurang) lulus. Banyak dari mereka yang nangis histeris, yang ga kuat mentalnya pada pingsan, trus ada juga yang marah-marah gabisa nerima keadaan kaya gini. Kata Bapak Muhammad Nuh selaku Menteri Pendidikan Indonesia, katanya di Indonesia emang ada penurunan tingkat kelulusan sebesar 4%. Yang paling banyak ga lulus ada di daerah Indonesia bagian timur. Widih serem juga ya kalo ampe ga lulus gitu.

Brother gue Ramzy Minggu malem sms gue, dia minta saran ama ague, dia bilang dia stress nunggu hasil pengumuman besok. Dia takut ga lulus katanya. Sebagai teman yang lebih tua setaun gue kasi aja wejangan buat dia.

Apa yang Ramzy rasain sama kaya yang gue rasain setaun yang lalu. Ketika itu gue dapet kabar dari temen gue kalo di sekolah gue ada yang ga lulus, khususnya dari kelas gue. Gue panik, tegang, stress, takut, semuanya campur aduk. Gue udah ngebayangin hal yang aneh-aneh. Gue gamau kaya gitu. Gue pergi ke warnet buat ngeliat hasilnya lulus ato ngga, tapi tu jaringan tak kunjung bisa digunakan. Bingung mau berbuat apalagi. Sambil duduk gue berdoa sama Allah semoga gue dapet hasil yang paling baik. Gue pasrahin hidup gue sama hasil yang udah gue bikin di lembar LJK. Apapun hasilnya gue harus terima karna itu semua ulah yang udah gue buat.

Temen-temen gue uda pada ngasi kabar kalo mereka lulus, sedangkan gue sendiri masi panik dirumah. Ga lama gue coba telfon wali kelas gue. Saat itu gue liat udah jam sepuluh lewat. Gue berfikir takut ganggu waktu dia istirahat, tapi kalo ga ditelfon gue ga tau hasilnya. Terpaksa sang wali kelas harus terganggu waktu tidurnya sama gue. Setelah beberapa lama telfon-telfonan gue belum juga dapet hasilnya. Wali kelas gue ngeyakinin gue lulus, tapi gue belum yakin karna dari nada suaranya belum terdengar meyakinkan. Dan pada saat yang bersamaan ponsel gue berdering. Gue angkat telfonnya, ternyata dari temen gue. Dia ngabarin gue lulus. Kalo udah dua orang yang ngomong mah gue percaya. Karna uda ngerasa teryakini makanya gue langsung bersyukur.

Setahun yang lalu gue merasakan betapa kencengnya jantung gue clubbing, dan sekarang temen-temen yang lain juga merasakan hal itu. Besok dan seterusnya pasti ada yang ngerasain juga hal kaya gitu.

Syukurin aja apa yang udah di dapet. Kalo emang mau hasil yang bagus, usaha semaksimal mungkin. Sesungguhnya Allah Maha Tau seberapa besar pengorbanan kita. Dan pengorbanan yang kita lakukan tentunya akan mendapatkan hasil yang setimpal.

Semangat!

Senin, 12 April 2010

Gue Mau Kaya Gitu

Waktu Kamis dini hari kmaren sengaja gue begadang buat bantuin nene gue jagain warung. Emang hampir tiap Rabu sampe Kamis gue ada di Rawamangun, karna pas Kamisnya gue libur kuliah. Daripada gue bengong diruma doang mending gue bantu-bantu nene gue. Dan pada pagi dini hari itu gue terbawa ke dimensi hayalan gue.

Lagi anteng jagain warung sambil bolak-balik nonton MTV Insomnia, ga sengaja gue pencet channel RCTI. Nah saat itu lagi ada pertandingan perempat-final Liga Champions Eropa antara Manchester United VS Bayern Muenchen. Ga tau knapa gue kurang sreg aja ama MU pagi itu, jadilah gue dukung Bayern Muenchen. Gue liat muka pemain Muenchen ga ada yang tegang biarpun mereka main di kandang MU. Gue makin yakin aja kalo Muenchen bakal menang.

Awal babak pertama gue kaget sama sebuah gol pemain MU di menit ketiga. Buset dah cepet amat ya masuknya, tapi dalem ati gue tetep dukung Muenchen buat lolos ke babak semi-final. Dan ga lama ngotak-ngatik remote, channel gue balikin lagi ke saluran bola. Dan, Nani mencetak gol kedua untuk MU. Skor skarang udah 2-0, kepercayaan gue mulai buyar buat ngedukung Muenchen. Hati kecil gue bilang bahwa babak kedua Muenchen bisa bales MU. Yang gue butuhkan sekarang bukan feeling, tapi kenyataan. Karna kalo feeling mulu yang dipake kapan rasio gue mulai beritndak? Gara-gara kesel gue acuhin aja Muenchen, gue lebih milih nonton MTV Insomnia.

“Ssstt, coba liat Muenchen, dia uda cetak satu gol”. Batin gue mulai berbisik ketika gue lagi anteng ngeliatin tingkah konyol VJ Adit ama VJ surya.

Ternyata bener, Muenchen uda masukin satu gol. Tapi tetep aja skor yang gue liat udah 3-1. Waah kecil kemungkinan dah buat Muenchen menang. Paling ngga gue cuma butuh satu gol dari Muenchen buat ngeyakinin kalo Muenchen bisa masuk semi-final. Semangat pemain Muenchen juga uda mulai naik, defense MU mulai keteteran. Beberapa kali Frank Ribery punya peluang buat ngancem gawangnya Edwin Van Der Sar. Tapi Dewi Fortuna emang belom ngedatengin bola yang ditendang ke arah gawang lawan oleh setiap pemain Muenchen. Babak kedua tersisa beberapa menit lagi, peluang mulai berdatangan tanpa hasil. Dan ketika gue mulai berfikir untuk ganti saluran lagi, tiba-tiba ada suatu momen yang gamau gue tinggalin.

Frank Ribery ngambil tendangan sudut, pemain MU mulai berjaga-jaga di daerah rawannya. Bola melambung tinggi kearah luar kotak pinalti. Gue liat Arjen Robben berdiri bebas tanpa kawalan. Bola turun dengan perlahan, Robben mengambil ancang-ancang, dengan segera kaki kiri yang kuat itu menyepak bola yang datang. Bola melambung rendah, melewati beberapa hadangan pemain MU, Edwin Van Der Sar pun melompat untuk menjangkau bola. Tapi apa daya, bola melesat dengan cepat kearah pojok kiri gawang. Dan, GOL! Gue teriak sejadi-jadinya karna kejadian itu. Woow, the amazing goal! Two thumbs up for Robben and all of Muenchen’s player.

Daritadi gue ngoceh tentang bola mulu nih kayanya. Dimana garis besar dari ceritanya? Oke oke, tenang man.

Wasit meniup peluit tanda berakhirnya babak kedua. Para pemain MU tertunduk lesu, dan para pemain Muenchen merayakan selebrasi karna uda bisa lolos ke semi-final biarpun dalam pertandingan pagi ini mereka kalah satu gol.

Kalo bole dibilang Muenchen adalah tim yang kurang diandalkan pada partai pagi ini. Kebanyakan temen-temen gue pada bela MU. Dan dari lima orang (termasuk gue), cuma gue yang berani dukung Muenchen. Ayyey, ternyata gue menang! Dan, Gue Mau Kaya Gitu…

Gue adalah seorang pelatih basket di sebuah SMP negeri Jakarta. Udah beberapa kali ikut pertandingan tapi tim yang gue bina selalu mengalami kekalahan. Ga heran kalo tiap abis main gue harus bekerja keras buat ngembaliin semangat anak-anak yang mulai pudar. Semangat yang harusnya bisa menumbuhkan mental juara ketika mengalami kekalahan. Gue Mau Kaya Gitu… Gue mau kaya Louis Van Gaal sang arsitek Muenchen. Selama jalannya pertandingan duduk dengan santainya, memberikan kepercayaan sepenuhnya pada anak-anak yang lagi main. Memberikan motivasi yang ga ada henti-hentinya untuk Rote Teufel (Setan Merah—julukan Muenchen).

Gue Mau Kaya Gitu… Gue mau liat anak-anak tertawa bahagia atas usaha mereka mencapai kemenangan. Merangkul setiap lawan yang bisa kita sisihkan. Memeluk setiap bagian dari tim yang selalu memberikan kontribusi untuk setiap kemenangan.

Gue Mau Kaya Gitu… Kaya Bayern Muenchen, yang ga terintimidasi dengan nama besar sekelas Manchester United. Gue mau setiap pertandingan tim yang gue bina selalu melihat komposisi yang kita punya buat ngalahin nama besar tim lawan. Biarlah mereka menganggap tim yang kita punya kecil. Tapi dari kecil itu kita bikin jadi yang paling besar. Dalam hayalan gue malem itu, Gue Mau Kaya Gitu semua! Melihat semua bagian tim tersenyum puas atas usaha kita, mendapatkan kemenangan, dan tentunya menjadi yang terbaik dari yang paling baik.

Pagi ini gue uda berhayal yang tinggi banget. Semoga semua itu ada waktunya untuk gue, kalian, juga kami!