Minggu, 29 September 2013

Berjatuh Saat Belajar Berjalan Itu Biasa, Menyakitkan, Namun Pasti Hilang



Seorang bayi yang baru lahir, dirawat, dijaga, hingga bertumbuh semakin besar.

Pada saatnya memang harus berjalan; belajar berjalan yang pasti mengalami jatuh di awal, sakit rasanya.

Namun dengan keinginan yang besar, dengan kesabaran, proses berjalan menjadi kebiasaan.

Perlahan sakit itu hilang.

Keraguan untuk kembali berjalan mulai sirna.

Kembali bangkit lagi untuk berjalan.

Langkah yang dulu gontai kini menjadi stabil.

Seimbang.

Setelah bisa berjalan baru lah mulai berlari.

Berlari pun tidak serta merta langsung cepat.

Ada proses di dalamnya; dimana kecepatan dimulai dari yang paling lambat, lalu berakhir di kecepatan maksimal.

Perasaan pun datangnya tidak cepat. Dia ber proses; baru lahir, dirawat, dijaga, hingga bertumbuh semakin besar.

Baru banget seneng bisa deket lagi sama Widya. Bisa kenal dia lebih jauh, beberapa kali pertemuan yang berkesan, komunikasi intensif yang memupuk perasaan, layaknya seorang remaja yang merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya.

Iya, mungkin Widya adalah wanita pertama yang gue suka. Udah suka lama banget semenjak SD, bahkan perasaan itu masih ada sampe sekarang. Mau gimana pun cara ngelupainnya pasti ga akan bisa. Ga tau kenapa, gue pesimis bisa ngelupain semuanya.

Udah deket lagi sama Widya. Komunikasi mulai membaik. Semuanya berjalan apa adanya. Apa yang Widya ucapkan selalu masuk dari telinga kanan, mengendap di otak, dan ngga pernah keluar dari telinga kiri.

Sekiranya ada kode dari Widya dengan sigap pasti gue tangkap. Ada omongan dia yang penting untuk gue catet dengan serta merta otak tidak memerlukan pulpen untuk menuliskan semuanya. Iya, semua berjalan dengan cepat, bahkan prosesnya terlalu cepat ketika gue harus menelan pil pahit untuk yang kedua kalinya.

Dulu gue pernah kehilangan dia. Gue masih inget banget masa-masa itu. Bahkan penghapusan, sekalipun tipe-x ngga akan bisa menghapus kenangan ini semua. Selama nafas masih berhembus, selama itu pula gue selalu ingat. Sekarang kesempatan itu dateng lagi, gue berusaha untuk menelan pil pahit, membuangnya dengan komplotan feses, lalu ngemut permen yang manis sebagai simbol kesenangan.

Kesempatan itu ngga gue sia-siain. Gue berusaha mencurahkan perhatian sepenuhnya ke Widya. Gue yang pendiem berubah jadi bawel untuk selalu ngingetin sesuatu yang baik ke dia, gue peduli dengan dia dari A sampai Z. Berusaha ngeluangin semua waktu yang gue punya untuk dia, kapanpun.

Ternyata permen yang manis itu terlalu cepat habis. Kini membuat mulut gue hambar terasa.

Kedekatan kita kini berakhir. Mengakhiri hubungan yang dekat ini dengan komunikasi yang seadanya, dan dengan alasan yang dia lontarkan. Kayak ada palu godam yang menghantam tubuh. Mungkin orang yang tidak memupuk iman-nya dengan baik akan memilih untuk mengakhiri hidup daripada harus kembali menelan pil yang rasanya sangat amat pahit. Ironis.

Membaca tulisan di awal kembali mengingatkan gue pada kejadian ini. Kejadian dimana untuk beberapa hari gue merasa terpuruk dalam kehidupan. Setiap bangun pagi, buka jendela, hanya ada awan kelabu tanpa pancaran sinar yang tugasnya mencerahkan. Gue pun lebih memilih untuk menyemplung di dasar keterpurukan, belum ada niatan untuk kembali ke permukaan. Namun, tulisan di atas juga yang menyadarkan gue untuk menghilangkan keraguan, untuk kembali bangkit, mengganti yang gontai dengan yang lebih stabil, lalu pergi melesat meninggalkan ini semua.

Ya, gue ga mau kalah sama anak kecil yang sedang belajar berjalan. Tanpa sadar anak kecil itu mulai berjalan lagi, tidak memikirkan bahwa jatuh itu sakit. Yang dia punya hanya lah impian untuk terus berjalan, agar setelah bisa berjalan dia bisa berlari dengan cepat untuk menjemput setiap detail kebahagiaannya.

Selamat Datang Kembali Hati Yang Sempat Hilang



Hari itu Prosidi punya beberapa materi lagu yang mau dimasukin ke studio rekaman. Bingung, jelas. Karna Prosidi beranggotakan dua orang pria, sedang yang kita butuhkan adalah suara vokal wanita. Awalnya gue coba untuk hubungi Tisya. Dengan beberapa pertimbangan akhirnya gue cancel janji dengan Tisya. Dan ketika itu gue inget punya temen SD yang jago banget nyanyi.

Gue coba message dia melalui Facebook. Alhamdulillah dapet tanggapan yang positif. Dia pun mau untuk bantu gue menyelesaikan proyek ini.

Namanya Widya. Kalo kalian ‘ngeh, pasti tau siapa Widya. Iya, dia temen SD yang dulu gue sempet sayang banget sama dia. Bisa dibilang dia lawan jenis pertama yang gue suka. Gue mulai suka sama dia udah dari kelas tiga SD, sampe sekarang ini perasaan gue pun masih ada buat dia.

Tuhan mempertemukan kita lagi saat ini, di masjid Al-Azhar Jaka Permai. Disitu kita janjian untuk ketemu sebelum berangkat ke tempat studio rekaman.

Setelah sampe bergantian lah kita untuk take vocal. Bagian rap-nya Ramzy, lalu bagian gue nge-rap, dan terakhir adalah Widya yang suaranya kita pinjem untuk bagian chorus.

Merinding, cuma itu yang gue rasain saat Widya nyanyi. Lamunan gue kembali ke masa SD saat gue sering denger dia nyanyi tiap lomba di sekolahan. Ah rasa rindu gue total terbayar, dan rasa sayang gue juga total kembali terbakar.

Judul di atas tepat banget. Ah! Berharap akan terjadi happy ending :)