Sabtu, 12 Oktober 2013

Mari Berandai-Andai!



Kemarin malem abis ngeliat pertandingan Timnas U-19 Indonesia yang berhasil ngalahin Filipina dengan skor 2-0. Abis itu di ranah Twitter juga rame pendukung bola basket Tanah Air yang juga menginginkan Indonesia bisa ngalahin tim basket Filipina yang katanya masih bagus se-Asia Tenggara.

Banyak twit provokatif yang meneriakkan semangat, ada yang memberi masukan dengan solusi, dan ada yang memulai dengan berharap dan berandai-andai. Kalo aja mereka boleh berandai-andai, maka gue juga ga ada salahnya.

Mari berandai-andai.

Gue masih berandai-andai, andai aja dulu Widya ga pindah sekolah, mungkin dari dulu gue akan sering ketemu dia.

Andai aja waktu SMP bisa gue abisin berdua bareng dia, mungkin gue juga bisa selalu ngabisin waktu bareng Widya.

Andai aja dari SMP gue berani bawa kendaraan sendiri dari Bekasi ke Cinere, mungkin pertemuan gue ga pernah sesingkat ini.

Andai masa SMA gue bisa berdekatan sama dia, pasti hubungan gue ga serumit sekarang.

Andai dulu waktu SMA kita ga marahan, gue rasa WIdya ga akan pernah dingin ke gue.

Andai gue jeli liat peluang semasa kuliah, mungkin gue akan nekat kuliah di kampus Depok sekalipun jauh dari rumah. Yang penting gue bisa bareng terus sama dia.

Andai hubungan baik masih terjaga dari dulu, gue ga akan ngerasa sungkan untuk deketin dia lagi.

Andai dia tau kalo gue punya perasaan sayang ini dari dulu, mungkin dia akan mempertimbangkan kembali keberadaan gue.

Andai pertemuan kita ga selalu sesingkat itu.

Andai kita selalu bisa menghabiskan tawa bersama, bahagia berdua.

Andai dari dulu, kemarin, sampe sekarang gue selalu bareng Widya, mungkin …, ah!

Jika saja berandai-andai ini punya kuota, mungkin kuota gue sudah penuh melebihi kapasitasnya.

Jika saja berandai-andai ini bisa merubah keadaan, membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin untuk dinyatakan. Maka gue akan selalu berandai-andai.

Minggu, 29 September 2013

Berjatuh Saat Belajar Berjalan Itu Biasa, Menyakitkan, Namun Pasti Hilang



Seorang bayi yang baru lahir, dirawat, dijaga, hingga bertumbuh semakin besar.

Pada saatnya memang harus berjalan; belajar berjalan yang pasti mengalami jatuh di awal, sakit rasanya.

Namun dengan keinginan yang besar, dengan kesabaran, proses berjalan menjadi kebiasaan.

Perlahan sakit itu hilang.

Keraguan untuk kembali berjalan mulai sirna.

Kembali bangkit lagi untuk berjalan.

Langkah yang dulu gontai kini menjadi stabil.

Seimbang.

Setelah bisa berjalan baru lah mulai berlari.

Berlari pun tidak serta merta langsung cepat.

Ada proses di dalamnya; dimana kecepatan dimulai dari yang paling lambat, lalu berakhir di kecepatan maksimal.

Perasaan pun datangnya tidak cepat. Dia ber proses; baru lahir, dirawat, dijaga, hingga bertumbuh semakin besar.

Baru banget seneng bisa deket lagi sama Widya. Bisa kenal dia lebih jauh, beberapa kali pertemuan yang berkesan, komunikasi intensif yang memupuk perasaan, layaknya seorang remaja yang merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya.

Iya, mungkin Widya adalah wanita pertama yang gue suka. Udah suka lama banget semenjak SD, bahkan perasaan itu masih ada sampe sekarang. Mau gimana pun cara ngelupainnya pasti ga akan bisa. Ga tau kenapa, gue pesimis bisa ngelupain semuanya.

Udah deket lagi sama Widya. Komunikasi mulai membaik. Semuanya berjalan apa adanya. Apa yang Widya ucapkan selalu masuk dari telinga kanan, mengendap di otak, dan ngga pernah keluar dari telinga kiri.

Sekiranya ada kode dari Widya dengan sigap pasti gue tangkap. Ada omongan dia yang penting untuk gue catet dengan serta merta otak tidak memerlukan pulpen untuk menuliskan semuanya. Iya, semua berjalan dengan cepat, bahkan prosesnya terlalu cepat ketika gue harus menelan pil pahit untuk yang kedua kalinya.

Dulu gue pernah kehilangan dia. Gue masih inget banget masa-masa itu. Bahkan penghapusan, sekalipun tipe-x ngga akan bisa menghapus kenangan ini semua. Selama nafas masih berhembus, selama itu pula gue selalu ingat. Sekarang kesempatan itu dateng lagi, gue berusaha untuk menelan pil pahit, membuangnya dengan komplotan feses, lalu ngemut permen yang manis sebagai simbol kesenangan.

Kesempatan itu ngga gue sia-siain. Gue berusaha mencurahkan perhatian sepenuhnya ke Widya. Gue yang pendiem berubah jadi bawel untuk selalu ngingetin sesuatu yang baik ke dia, gue peduli dengan dia dari A sampai Z. Berusaha ngeluangin semua waktu yang gue punya untuk dia, kapanpun.

Ternyata permen yang manis itu terlalu cepat habis. Kini membuat mulut gue hambar terasa.

Kedekatan kita kini berakhir. Mengakhiri hubungan yang dekat ini dengan komunikasi yang seadanya, dan dengan alasan yang dia lontarkan. Kayak ada palu godam yang menghantam tubuh. Mungkin orang yang tidak memupuk iman-nya dengan baik akan memilih untuk mengakhiri hidup daripada harus kembali menelan pil yang rasanya sangat amat pahit. Ironis.

Membaca tulisan di awal kembali mengingatkan gue pada kejadian ini. Kejadian dimana untuk beberapa hari gue merasa terpuruk dalam kehidupan. Setiap bangun pagi, buka jendela, hanya ada awan kelabu tanpa pancaran sinar yang tugasnya mencerahkan. Gue pun lebih memilih untuk menyemplung di dasar keterpurukan, belum ada niatan untuk kembali ke permukaan. Namun, tulisan di atas juga yang menyadarkan gue untuk menghilangkan keraguan, untuk kembali bangkit, mengganti yang gontai dengan yang lebih stabil, lalu pergi melesat meninggalkan ini semua.

Ya, gue ga mau kalah sama anak kecil yang sedang belajar berjalan. Tanpa sadar anak kecil itu mulai berjalan lagi, tidak memikirkan bahwa jatuh itu sakit. Yang dia punya hanya lah impian untuk terus berjalan, agar setelah bisa berjalan dia bisa berlari dengan cepat untuk menjemput setiap detail kebahagiaannya.

Selamat Datang Kembali Hati Yang Sempat Hilang



Hari itu Prosidi punya beberapa materi lagu yang mau dimasukin ke studio rekaman. Bingung, jelas. Karna Prosidi beranggotakan dua orang pria, sedang yang kita butuhkan adalah suara vokal wanita. Awalnya gue coba untuk hubungi Tisya. Dengan beberapa pertimbangan akhirnya gue cancel janji dengan Tisya. Dan ketika itu gue inget punya temen SD yang jago banget nyanyi.

Gue coba message dia melalui Facebook. Alhamdulillah dapet tanggapan yang positif. Dia pun mau untuk bantu gue menyelesaikan proyek ini.

Namanya Widya. Kalo kalian ‘ngeh, pasti tau siapa Widya. Iya, dia temen SD yang dulu gue sempet sayang banget sama dia. Bisa dibilang dia lawan jenis pertama yang gue suka. Gue mulai suka sama dia udah dari kelas tiga SD, sampe sekarang ini perasaan gue pun masih ada buat dia.

Tuhan mempertemukan kita lagi saat ini, di masjid Al-Azhar Jaka Permai. Disitu kita janjian untuk ketemu sebelum berangkat ke tempat studio rekaman.

Setelah sampe bergantian lah kita untuk take vocal. Bagian rap-nya Ramzy, lalu bagian gue nge-rap, dan terakhir adalah Widya yang suaranya kita pinjem untuk bagian chorus.

Merinding, cuma itu yang gue rasain saat Widya nyanyi. Lamunan gue kembali ke masa SD saat gue sering denger dia nyanyi tiap lomba di sekolahan. Ah rasa rindu gue total terbayar, dan rasa sayang gue juga total kembali terbakar.

Judul di atas tepat banget. Ah! Berharap akan terjadi happy ending :)

Rabu, 24 Juli 2013

It's Ma Fourth Show

Lagi asik main skateboard tiba-tiba Ramzy ngabarin kalo Prosidi dapet undangan di acara Bekasi Hip-Hop Party. Seneng? Iya seneng lah.


Beberapa kali ketemuan sama Ramzy untuk nyusun lagu baru. Beat udah ada, lirik udah siap, tapi karna beberapa pertimbangan akhirnya kita mutusin pake lagu yang lama aja. Akhirnya lagu Introduce dan Inikah Rasanya yang menggema di McD Jati Asih.

Pas kita nyampe TKP rundown acara pun belom tau. Mulainya jam berapa, main jam berapa, gue bener-bener buta. Yang gue liat sih ada sekumpulan rapper yang lagi siap-siap. Gue berasumsi acara ini akan dimulai sebentar lagi.

Udah ada beberapa penampil yang unjuk kebolehan. Gue masih anteng ngeliatin orang pada jingkrak-jingkrakan di panggung, tiba-tiba Prosidi disuruh main.





















Hari itu ditutup dengan makan bersama. Panitia ga menyediakan fresh money, tapi tetep bersyukur karna kita masih dikasih konsumsi.

“Cari makan itu susah. Kadang kita perlu nge-rap dulu untuk dapet makanan.” –Fachri Muhammad, 22 tahun, rapper Prosidi