SEPUTAR JODOH DAN PERNIKAHAN
Assalaamu’alaikum wr.wb.
Mbak
Zulia, pa kabar? Semoga senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Mbak aku
udah lama membaca rubrik yang Mbak asuh dan udah lama pula aku ingin
bertanya tentang sesuatu yang selama ini mengganjal di benakku.
Langsung
aja Mbak. Aku seorang pemuda yang sekarang bekerja di sebuah perusahaan
swasta di bidang perkayuan. Tepatnya di pedalaman Halmahera Maluku
Utara. “Indahnya pernikahan dini”. Itu yang mungkin selama ini aku
pikirkan. Tapi ternyata kenyataan tak seindah yang ada dalam judul
sebuah buku itu. Ingin rasanya aku melaksanakan sunnah rasul yang satu
itu. Kita semua tahu bahwa pacaran adalah dilarang oleh agama dan haram
hukumnya. Jadi selama ini aku selalu menghidari hal yang satu ini.
Berkali-kali
aku mencoba untuk khitbah tapi tak satupun ada jawaban positif. Mbak
tahu jawaban mereka? “Aku udah punya pacar!”. Dan seolah-olah pacar
adalah segala-galanya bagi mereka. Sebegitu pentingkah arti sebuah pacar
bagi generasi kita sekarang ini, sebegitu sulitkah untuk menegakkan
sebuah sunah rasul yang satu ini? Trus bagaimana cara kita untuk
mendapatkan seorang calon istri yang tanpa melalui proses yang haram
ini. Kayaknya di sini terutama di daerahku di Halmahera ini, pacaran
adalah jalan taaruf yang harus dilewati sebelum kita melaksanakan
pernikahan. Oleh sebab itu aku mohon bantuan dan penjelasan Mbak untuk
masalah yang satu ini.
Wassalaamu’alaikum Wr.Wb.
W G
Ternate
Assalaamu’alaikum wr. wb.
Mbak
Zulia, aku seorang ikhwan yang saat ini masih menuntut ilmu/kuliah
tingkat akhir. Beberapa waktu yang lalu (liburan semester genap) aku
terkejut disuruh pulang oleh ortuku. Awalnya aku nggak ada prasangka yang macem-macem sama ortu, paling mereka kangen sama aku. Tapi pas sampai di rumah, setelah 2 hari, ortu menyampaikan maksud yang sebenarnya kepadaku. Mereka telah menjodohkanku dengan putri koleganya.
Awalnya aku menolak dan minta penjelasan kepada mereka. Alasan
mereka adalah: aku sudah dewasa, kewajiban ortu (menikahkan anaknya),
ingin menyambung silaturrahim, anak gadis tersebut cocok (cantik-subur,
baik dalam nasab, kekayaan & agama). Dengan penjelasan
ini aku jadi berpikir sungguh beruntungnya aku, kenapa nggak aku coba.
Dari pihak kolega ortupun menyetujuinya. Hanya saja mereka tidak
menyampaikan kepada anak gadisnya kalau dia mau dijodohin sama aku.
Alasannya, agar proses (ta’aruf) berjalan secara alami, tidak terkesan
dipaksakan. Bagaimana saran Mbak terhadap hal yang
demikian, pasalnya aku takut di kemudian hari terjadi hal-hal yang
melanggar syariat (misal khalwat). Apa yang harus aku lakukan?
Syukron Katsiron atas jawabannya, Mbak.
Wassalaamu’alaikum wr.wb.
T J
Palangkaraya
Wa’alaikumusalaam Wr.Wb.
Adik WG dan TJ,
Alhamdulillah
Mbak bersyukur, adik-adik termasuk anak-anak muda yang senantiasa
berusaha menjadi seorang muslim yang baik. Sudah seharusnya, seorang
muslim menjadikan aturan Islam sebagai tolok ukur perbuatannya termasuk
dalam bergaul dengan lawan jenis. Tidak banyak yang memiliki sikap
seperti adik-adik ditengah pergaulan yang bebas seperti sekarang ini.
Pacaran sudah menjadi trend pergaulan lawan jenis. Bahkan sebagian
masyarakat akan merasa heran kalau ada pasangan yang menikah tanpa
melalui pacaran.
Adik WG dan TJ,
Menikah
adalah menjalankan sunnah Nabi, sesuai dengan fitrah manusia. Hikmah
yang dapat diambil kalau sunnah Nabi ini dijalankan adalah munculnya
ketentraman jiwa. Dengan pernikahan akan tumbuhlah kecintaan, kasih
sayang, dan kesatuan antara pasangan suami isteri. Dengan pernikahan,
keturunan umat manusia akan tetap berlangsung semakin banyak dan
berkesinambungan.
“Dan
diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram bersamanya, dan dijadikanNya diantara kamu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian terdapat tanda-tanda (kekuasananNya)
bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar-Ruum:30).
Menikah
bisa menjadi wajib, sunnah, haram, makruh atau mubah. Wajib bagi orang
yang sudah mampu kawin, nafsunya telah mendesak dan takut terjerumus
dalam perzinahan. Sunnah bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi
mampu kawin, tetapi masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina. Dan
menikah baginya lebih utama. Haram bagi seseorang yang tidak mampu
memenuhi nafkah batin dan lahirnya kepada isteri dan bisa menahan
nafsunya. Makruh bagi mereka yang lemah syahwat, dan mubah bagi yang
tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mengharamkan, mewajibkan,
menyunahkan dan memakruhkan (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 7)
Adik WG,
Rasulullah SAW memberikan tuntunan kepada kita tentang wanita seperti apa yang harus dipilih:
“Seorang
perempuan biasanya dinikahi karena empat perkara: Harta, nasab,
kecantikan dan agamanya. Maka utamakan memilih wanita yang beragama,
kamu akan merugi (bila tidak memilihnya).” (HR. Bukhari)
Adik
WG, yang memiliki empat-empatnya memang langka. Tapi diakhir hadits
tersebut ditekankan pada yang agamanya baik. Karena wanita yang shalihah
Insya Allah akan dapat menjadi isteri dan ibu yang baik buat
anak-anaknya. Untuk mendapatkan wanita
shalihah di jaman seperti sekarang ini memang gampang-gampang susah.
Rasa-rasanya jauh lebih banyak yang tidak/belum shalihah. Yang jelas,
wanita shalihah tidak akan mungkin didapat di jalanan, di tempat-tempat
hiburan, atau di tempat maksiat. Mereka biasanya akan mudah ditemui di
masjid-masjid, mushala, pengajian-pengajian atau di tempat-tempat yang
di dalamnya sarat dengan aktivitas keIslaman. Karena Islam tidak
mengenal pacaran, maka untuk mendapatkan calon isteri adik bisa minta
bantuan teman, orang tua, atau orang yang dapat dipercaya. Kalau
benar-benar dia wanita shalihah Insya Allah akan memahami cara yang adik
lakukan. Satu hal yang harus selalu diingat bahwa jodoh seseorang Allah
yang mengatur. Kalau selama ini usaha yang adik sudah lakukan belum
mendapatkan hasil jangan putus asa, teruslah mencoba dan berdoalah agar
diberikan jodoh yang terbaik.
Adik TJ,
Dalam
pernikahan ada syarat-syarat yang wajib dipenuhi. Salah satunya adalah
kerelaan calon isteri. Wajib bagi wali untuk menanyai terlebih dahulu
kepada calon isteri, dan mengetahui kerelaannya sebelum diaqad nikahkan.
Perkawinan merupakan pergaulan abadi antara suami isteri. Kelanggengan,
keserasian, persahabatan tidaklah akan terwujud apabila kerelaan pihak
calon isteri belum diketahui. Islam melarang menikahkan dengan paksa,
baik gadis atau janda dengan pria yang tidak disenanginya. Akad nikah
tanpa kerelaan wanita tidaklah sah. Ia berhak menuntut dibatalkannya
perkawinan yang dilakukan oleh walinya dengan paksa tersebut (Sayyid
Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 7).
“Janda lebih berhak kepada dirinya sendiri (memberikan keputusan tentang pernikahan) dari pada walinya. Dan gadis hendaknya dimintai izinnya dalam perkara dirinya. Dan izinnya adalah diamnya”. (H.R. Jama’ah, kecuali Bukhari)
Sumber: http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/18/seputar-jodoh-dan-pernikahan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar